DRAFT SKRIPSI
Nama : M. Ridwan
Tahir
Nim : 20700111052
Semester : VII (Tujuh)
Fak/Jur : Tarbiyah dan Keguruan/ Pendidikan
Matematika
Judul : Hubungan
Kecemasan Dan Kesulitan Belajar Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika
Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal penting terutama
dalam era globalisasi budaya dan reformasi sekarang ini. Seperti yang
disebutkan dalam Dictionary Of Education,
bahwa pendidikan adalah proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap
dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana ia hidup,
proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih
dan terkontrol (khususnya pengaruh yang berasal dari sekolah), sehingga dia
dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan
individu yang optimum.
Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan
yang terdapat dalam GBHN tahun 2004, yang menjelaskan bahwa pembangunan sektor
pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa. Pekerti
luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,
bekerja keras, professional, bertanggung jawab, serta sehat jasmani dan rohani.
Dan karena alasan itu pula pemerintah mencanangkan wajib belajar 9 tahun dan
bahkan akan dicanangkan wajib belajar 12 tahun.
Dalam ajaran agama Islam pun demikian, Islam
mengajarkan bahwa pendidikan memegang peranan penting dalam membangun kualitas
kehidupan seseorang, bahkan Allah swt akan mengangkat derajat orang-orang yang
berpendidikan sebagaimana di jelaskan dalam Al Qur’an, QS. Al-Mujadilah ayat 11.
يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا
تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١
Terjemahanya :
“.....Allah akan meninggikan
orang-orang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan.”.
Ayat di atas menerangkan bahwa manusia yang
berilmu akan mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi, manusia yang berilmu
dapat mewujudkan kemajuan bangsa. Begitu penting pendidikan sehingga harus
dijadikan prioritas utama dalam pembangunan bangsa, dan itu berarti diperlukan
mutu pendidikan yang baik sehingga tercipta proses pendidikan yang cerdas,
damai, terbuka, demokratik, dan kompetitif.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
mendorong masyarakat untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan yang
dimilikinya. Sehubungan dengan hal tersebut matematika merupakan kerangka dasar
dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Matematika merupakan salah satu disiplin
ilmu yang telah berkembang pesat di Negara-negara maju, kemajuan ini disebabkan
oleh pemfokusan Negara maju pada bidang sains dan matematika. Namun penerapan
bidang sains dan matematika tidak hanya dilakukan dinegara-negara maju saja.
Akhir-akhir ini Negara-negara berkembang mulai memfokuskan diri pada bidang
sains dan matematika, salah satunya adalah Negara Indonesia. Usaha Indonesia
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang sains dan matematika dapat
dilihat dari pembelajaran sejak dini.
Pemfokusan pembelajaran matematika merupakan
dasar untuk mengembangkan ilmu, sehingga mutlak diperlukan tenaga yang terampil,
kreatif dan pandai dalam matematika. Bila perkembangan ilmu matematika dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka akan diperoleh generasi yang berkualitas
dimasa yang akan datang. Namun usaha tidak selalu sama dengan yang diharapkan.
Terkadang sering ditemukan banyak hambatan dalam pencapaian usaha tersebut.
Hambatan-hambatan itu dapat muncul dari
dalam diri individu maupun dari lingkungan sekitar individu, Bila hambatan-hambatan
tersebut tidak segera ditanggulangi oleh pemerintah di suatu Negara, terutama
di Negara Indonesia maka hambatan-hambatan tersebut dapat menimbulkan kecemasan
pada bidang matematika.
Kecemasan merupakan suatu perasaan ketidaknyamanan
dan ketakutan tentang suatu peristiwa karena anda tidak yakin hasilnya seperti
apa nantinya, Perasaan ini dapat disertai dengan berbagai macam simptom
psikologis, termasuk detak jantung yang cepat, peningkatan pernapasan, dan
tegangan syaraf.
Hampir setiap orang pernah merasakan
kecemasan, tak terkecuali kecemasan dalam pembelajaran matematika. Misalnya
banyak siswa menjadi cemas menjelang ujian yang mereka tahu akan sulit, dan
sebagian besar merasa gugup ketika mereka harus mempresentasikan tugas di depan
teman-teman kelasnya sendiri.
Adanya kecemasan siswa dalam menghadapi
matematika dikarenakan adanya beberapa faktor yaitu faktor tingkat intelegensi,
faktor dari dalam diri siswa dan faktor lingkungan. Selain tiga faktor
tersebut, Zeidner berpendapat bahwa kecemasan seseorang terhadap pelajaran
matematika dikarenakan kurangnya ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran
matematika. Namun, ketertarikan siswa terhadap pelajaran matematika disebabkan
oleh intelegensi siswa itu sendiri, siswa yang memiliki intelegensi tinggi akan
cenderung lebih tertarik dan evaluatif terhadap pelajaran matematika.
Kecemasan siswa dalam pelajaran matematika
dipengaruhi oleh pengalaman belajar matematika yang diterima siswa dimasa
lampau. Sarason melaporkan hasil studi longitudinal yang intensif pada 700
siswa sekolah dasar dimana siswa akan memperoleh nilai matematika yang rendah
ketika diberikan tes matematika tanpa ada pemberitahuan sebelumnya yang membuat
siswa menjadi tidak siap, hal ini dikarenakan oleh situasi dan suasana tes yang
membuat mereka cemas.
Aktivitas belajar bagi setiap individu tidak
selamanya dapat berlangsung secara wajar. Terkadang lancar, terkadang tidak,
terkadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, terkadang terasa ama
sulit. Hal ini pula juga termasuk yang bisa menjadi penyebab timbulnya
kecemasan pada diri seorang individu pada saat proses pembelajaran. Dan inilah
kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan
sehari-hari kaitannya dengan aktivitas belajar setiap individu yang memang
tidak sama. Dalam keadaan dimana peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana
mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar.
Penyelenggaraan pendidikan di
sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang
berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau yang
berkemampuan kurang terabaikan. Dengan demikian, siswa-siswa yang berkategori
“diluar rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat
kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Dari sini
kemudian timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficulty)
yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami
oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Selain disebabkan oleh
faktor-faktor tertentu, kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang
berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang
menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.
Kesulitan yang dialami peserta didik menjadi
hal yang sangat urgen yang perlu diperhatikan oleh setiap pemerhati pendidikan
terutama tenaga pendidik, cara mengajar guru yang menggunakan metode
konvensional sehingga menyebabkan sebagian peserta didik mengalami kesulitan
dalam melakukan transformasi pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh seorang mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Bernama Tya
Anggreini judul penelitian “Hubungan antara kecemasan dalam menghadapi
pelajaran matematika dengan prestasi akademik pada remaja” mengatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dalam menghadapi mata
pelajaran matematika dengan prestasi akademik matematika pada remaja, dimana
semakin tinggi tingkat kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika
maka semakin rendah prestasi akademik matematika pada remaja.
Berdasarkan hasil penelitian kelompok yang
dilakukan oleh Desrianty Abdullah, Surya Kobi dan Yusni Pakaya mahasiswa
Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas
Negeri Gorontalo dengan judul penelitian “Hubungan
ksulitan belajar terhadap prestasi mahasiswa pendidikan sejarah Universitas
Negeri Gorontalo” mengatakan bahwa terdapat hubungan dan kontribusi kesulitan
belajar terhadap prestasi mahasiswa.
Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik
ingin melakukan penelitian untuk mengetahui apakah kecemasan dan kesulitan
belajar memnpunyai pengaruh terhadap hasil belajar matematika. Adapun judul
penelitian yang akan dilakukan adalah “Hubungan
Kecemasan Dan Kesulitan Belajar Matematika Dengan Hasil Belajar Matematika Pada
Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari
latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana Kecemasan Siswa Kelas
X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone ?
2.
Bagaimana Kesulitan Belajar
Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone ?
3.
Bagaimana Hasil Belajar
Matematika siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone ?
4.
Apakah Terdapat Hubungan yang
Signifikan Antara Kecemasan Kesulitan Belajar Matematika dengan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone?
C.
Hipotesis
Agar
penelitian dapat terarah, maka perlu dirumuskan pendugaan terlebih dahulu
terhadap masalah yang diteliti yaitu hipotesis. Hipotesis adalah jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data.
Sedangkan menurut Muhammad Arif Tiro
hipotesis adalah pernyataan yang diterima sementara dan masih perlu
diuji.
Dengan meninjau kedua pendapat di atas
peneliti menyimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara atau pernyataan
sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang masih perlu diuji
kebenarannya.
Berdasarkan rumusan masalah yang ada
di atas, maka peneliti dapat memberikan hipotesis atau jawaban sementara
penelitian. Adapun hipotesis atau jawaban sementara penelitian yaitu :
Terdapat Hubungan yang Signifikan Antara Kecemasan dan
Kesulitan Belajar Matematika dengan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA
Negeri 4 Watampone Kab. Bone.
Ada
dua cara dalam menyatakan hipotesis-hipotesis, yakni bentuk hipotesis nol dan
hipotesis alternatif. Nol berarti keberadaannya tidak ada. Disebut hipotesis
nol (H0) karena tidak ada pengaruh, tidak ada interaksi, tidak ada
hubungan dan tidak ada perbedaan. Tipe hipotesis lain adalah hipotesis
alternatif (Ha), hipotesis adalah harapan yang berdasarkan teori. Adapun
hipotesis statistik dari penelitian ini
adalah :
H0 : Berlaku jika tidak ada
hubungan yang signifikan antara kecemasan dan Kesulitan Belajar matematika
dengan Hasil Belajar matematika siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone.
Ha : Berlaku jika ada hubungan yang
signifikan anatara Kecemasan dan Kesulitan Belajar Matematika dengan Hasil
Belajar matematika siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone.
Secara
statistik, hipotesis penelitian dinyatakan dengan H0 : α = 0 atau Ha
: α ≠ 0 dengan syarat jika H0 dinyatakan diterima dan Ha ditolak
bila nilai F hitung lebih kecil dari nilai F tabel. Sebaliknya, H0
ditolak dan Ha diterima jika F hitung lebih besar daripada nilai F tabel untuk
taraf signifikan tertentu.
D.
Definisi Operasional
Variabel
Pengertian
operasional variable dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang
variable-variable yang diperhatikan sehingga dapat menyamakan persepsi antara
penulis dan pembaca. Pengertian operasional variable penelitian ini diuraikan
sebagai berikut :
1.
Kecemasan (Variable X1)
Kecemasan adalah gangguan
psikologis yang mencakup ketegangan motorik (bergetar, tidak dapat duduk
tenang, tidak dapat bersantai), hiperaktivitas (pusing, jantung yang berdetak
cepat, dan juga berkeringat); dan harapan-harapan dan pikiran-pikiran yang
mendalam.
2.
Kesulitan Belajar Matematika
(Variable X2)
Kesulitan belajar
matematika merupakan suatu bentuk gangguan dalam satu atau lebih dari faktor
fisik dan psikis yang meliputi pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan dan
tulisan yang dengan sendirinya muncul sebagai kemampuan tidak sempurna untuk
mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis atau membuat perhitungan
matematika, termasuk juga kelemahan motorik ringan, gangguan emosional, atau
akibat keadaan ekonomi, budaya dan lingkungan yang tidak menguntungkan.
3.
Hasil Belajar Matematika (Y)
Hasil Hasil belajar adalah akibat dari usaha siswa
setelah menerima pelajaran dan evaluasi dalam proses belajar matematika. Baik
tidaknya hasil belajar yang dicapai seseorang bergantung pada proses belajar
itu sendiri serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar matematika.
E.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan dari rumusan masalah di atas maka tujuan
dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kecemasan siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab.
Bone
2. Untuk mengetahui Kesulitan Belajar Matematika siswa Kelas X SMA
Negeri 4 Watampone Kab. Bone
3. Untuk mengetahui Hasil Belajar Matematika siswa Kelas X SMA Negeri 4
Watampone Kab. Bone
F. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis sangat berharap bermanfaat untuk meningkatkan
mutu pembelajaran matematika serta bermanfaat untuk berbagai pihak antara lain:
1. Sekolah
Sebagai
bahan masukan bagi sekolah dalam upaya penyempurnaan dan perbaikan
pembelajaran
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan menunjang tercapainya target
kurikulum sesuai dengan yang diharapkan.
2. Guru
a.
Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru matematika
SMA/MAN, dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses belajar
mengajar matematika sehingga permasalahan dalam pembelajaran dapat
diminimalisir.
b.
Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi guru dalam
upaya peningkatan kualitas pembelajaran di kelas.
3. Siswa
a.
Dapat meningkatkan partisipasi, minat, dan motivasi siswa
dalam belajar matematika.
b.
Dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
4. Orang Tua
Seabagai bahan
pertimbangan bahwa seorang anak juga membutuhkan perhatian dan motivasi dari
orang tua sehingga siswa mampu mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam
proses pembelajarannya.
5. Peneliti
Dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian yang dilakukan di kelas serta
memberikan gambaran pada peneliti sebagai calon guru tentang masalah-masalah
yang sering dihadapi seorang siswa terutama dalam pembelajaran matematika
dikelas.
G. Garis Besar Skripsi
Untuk memperoleh gambaran singkat
dari keseluruhan skripsi ini maka akan dipaparkan garis-garis besarnya. Skripsi
ini terdiri dari lima bab yang tersusun secara sistematis. Penulis akan
menguraikan ke dalam bentuk garis besar isi skripsi sebagai berikut:
Bab pertama, berisi latar belakang yang mengemukakan hal-hal apa
yang menjadi alasan sehingga penelitian ini dilakukan. Rumusan masalah yang
mencakup pertanyaan yang akan terjawab setelah tindakan selesai dilakukan.
Definisi operasional yaitu definisi-definisi variabel yang menjadi pusat
perhatian pada penelitian ini. Tujuan yaitu suatu hasil yang ingin dicapai oleh
peneliti berdasarkan rumusan masalah yang ada. Dan manfaat yaitu suatu hasil
yang diharapkan oleh peneliti setelah melakukan penelitian
Bab kedua, berisi tinjauan pustaka
yang membahas tentang kecemasan, kesulitan belajar matematika dan hasil belajar
matematika.
Bab ketiga, berisi tentang metode
penelitian yang mencakup tentang jenis penelitian, populasi dan sampel,
prosedur penelitian, instrumen penelitian dan teknik analisis data yang akan
digunakan setelah melakukan penelitian.
Bab keempat memuat hasil
penelitian yaitu data-data yang diperoleh pada saat penelitian dan pembahasan
yang memuat penjelasan-penjelasan dari hasil penelitian yang diperoleh.
Bab kelima adalah penutup yang
memuat kesimpulan hasil penelitian berdasarkan dengan rumusan masalah, dan
saran-saran yang dianggap perlu agar tujuan penelitian dapat tercapai dan dapat
bermanfaat sesuai dengan keinginan peneliti.
H. Kajian Pustaka
1. Kecemasan
a. Pengertian Kecemasan
Kelly mendefinisikan kecemasan sebagai kesadaran
bahwa kejadian yang dihadapkan pada seorang berada di luar jangakauan praktis
dari system konstruk orang tersebut. Manusia mungkin merasa
cemas saat mereka mengalami suatu kejadian yang baru.
Kecemasan atau anxiety merupakan salah stu bentuk
emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu,
biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan dengan
intensitas yang wajar dapat dianggap memiliki nilai posistif sebagai motivasi,
tetapi apabila intensitasnya sangat kuat dan bersifat negative justru akan
malah menimbulkan kerugian dan dapat menggangu terhadap kedaan fisik dan psikis
individu yang bersangkutan
Kecemasan menurut freud, adalah suatu keadaan
perasaan efektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik
yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan dating. Keadaan yang tidak
menyenangkan itu sering kabur dan sulit
menunjuk dengan tepat, tetapi kecemasan itu sendiri selalu dirasakan.
Bedasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa kecemasan adalah perasaan tegang atau gelisah dalam suatu keadaan yang
berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu yang terancam oleh sesuatu
yang terkadang dirasakan oleh individu. Siswa terkadang mengembangkan perasaan
kecemasan tentang stimuli tertentu melalui proses kondisioning klasik. Mereka
juga lebih mungkin mengalami kecemasan, khususnya kecemasan merugikan ketika
menghadapi suatu ancaman.
Selain mempengaruhi tingkat aspirasi, situasi belajar
yang menekan juga cenderung menimbulkan kecemasan pada diri siswa. Spielberger
membedakan kecemasan atas dua bagian :
1)
Kecemasan sebagai suatu sifat
(trait anxiety), yaitu kecendrungan pada diri seseorang untuk merasa terancam
oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya.
2)
Kecemasan sebagai suatu keadaan
(state anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional sementara pada diri
sesorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan khawatiran yang dihayati
secara sadar serta bersifat subjektif dan meningginya aktivitas sistem saraf
otonom. Sebagai suatu keadaan, kecemasan biasanya berhubungan dengan
situasi-situasi lingkungan yang khusus misalnya situasi tes.
Banyak
faktor-faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa. Target kurikulum yang
terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang tidak kondusif, pemberian tugas yang
sangat padat, serta sistem penilaian ketat dan kurang adil dapat menjadi faktor
penyebab timbulnya kecemasan yang bersumber dari faktor kurikulum. Begitu juga
sikap dan perlakuan guru yang kurang bersahabat, galak, judes dan kurang
kompeten merupakan sumber penyebab timbulnya kecemasan pada diri siswa yang
bersumber dari faktor guru.
b.
Teori Kecemasan
1)
Kecemasan Sebagai Konflik yang
tidak di sadari
2)
Kecemasan Sebagai Respon Yang
di Pelajari
3)
Kecemasan Sebagai Akibat
Kurangnya Kendali
c.
Tipe Kecemasan
Freud (Calvin S. Hall 1993) membagi
kecemasan ke dalam tigfa tipe :
1)
Kecemasan Realistik, yaitu rasa
takut terhadap ancaman atau bahaya-bahaya nyata yanga ada di dunia luar atau
lingkungannya. Dapat pula didefinisikan sebagai perasaan yang tidak menyenangkan
dan tidak spesifik terhadap suatu bahaya yang mungkin terjadi.
2)
Kecemasan neurotik adalah rasa
takut jangan-jangan insting (dorongan Id) akan lepas dari kendali dan
menyebabkan dia berbuat sesuatu yang bisa membuatnya dihukum. Perasaan itu
sendiri ada dalam ego. Orang mengalami kecemasan neurotik terhadap kehadiran
seorang guru, majikan atau terhadap suatu figure kekuasaan lain karena ia
sebelumnya mengalamui perasaan tak sadar akan desktruktivitas terhadap atau
salah satu kedua orang tuanya.
3)
Kecemasan moral yaitu rasa
takut terhadap suara hati (super ego). Orang-orang yang memiliki super ego yang
baik cenderung merasa bersalah atau malu jika mereka berbuat atau berfikir
Sesutu yang bertentangan dengan moral. Setelah super ego terbentuk, yang
biasanya mulai berkembang dari usia 3- 5
tahun. Kecemasan moral juga akan terjadi bila kita gagal melakukan yang
dianggap baik atau benar secara moral.
2.
Kesulitan Belajar
a.
Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan suatu bentuk gangguan
dalam satu atau lebih dari faktor fisik dan psikis yang mendasar yang meliputi
pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan dan tulisan yang dengan sendirinya
muncul sebagai kemampuan tidak sempurna untuk mendengarkan, berfikir,
berbicara, membaca, menulis atau membuat perhitungan matematika, termasuk juga
motorik ringan, gangguan emosional atau akibat keadaan ekonomi, budaya atau
lingkungan yang tidak menguntungkan.
Setiap individu memang tidak ada yang sama, perbedaan
individual ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar
dikalangan anak didik. Dalam keadaan dimana anak didik/siswa tidak dapat
belajar sebagai mana mestinya itu juga disebut dengan kesulitan belajar.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat
psikologis, sosiologis maupun fisiologis sehingga pada akhirnya dapat
menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada dibawah semestinya.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang
luas, diantaranya :
1) Belajar yang tidak teratur (learning
disorder)
2) Belajar yang tidak banyak berfungsi (learning disfunction)
3) Belajar yang sekedar menerima materi belaka (underachiever learning)
4) Belajar lambat piker (Slow learner)
5) Belajar tanpa mempertimbangkan banyak kemungkinan (learning disabilities).
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti
tergolong dalam penelitian di atas akan tampak dari berbagai gejala yang
dimanifestasikan dalam prilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, maupun
afektif. Beberapa prilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar
antara lain:
1) Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang
dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang
diperolehnya selalu rendah.
3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu
tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan
4) Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti : acuh tak acuh,
menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5) Menunjukkan prilaku yang berkelainan, seperti membolos, dating
terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam ataupun di
luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak terartur dalam kegiatan belajar
dan sebagainya.
6) Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung,
mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi
tertentu.
7) Adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar.
8) Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran
tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal
dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
9) Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat
berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat atau kecerdasan yang dimilikinya.
10) Tidak berhasil tingkat pnguasaan materi (matery level) yang diperlukan
sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya.
b.
Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya
tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun,
kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan prilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan
berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk
sekoalah, dan sering minggat dari sekolah.
Secara garis besar faktor penyebab timbulnya kesulitan
belajar terdiri atas dua macam, yakni:
1) Faktor intern, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari
dalam diri manusia itu sendiri.
2) Faktor ekstern, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari
luar diri manusia itu sendiri.
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan
yang antara lain tersebut di bawah ini :
1) Faktor Intern, meliputi :
a) Sebab yang bersifat fisik
i)
Karena Sakit
Seorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya,
sehingga saraf sensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya rangsangan yang
diterima melalui inderanya tidak dapat diteruskan ke otak. Lebih-lebih sakitnya
lama, sarafnya akan bertambah lemah, sehingga ia tidak dapat masuk ke sekolah
untuk bebrapa hari yang mengakibatkan ia tertinggal jauh dalam pelajarannya.
ii) Karena kurang sehat
Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan
belajar, sebab ia mudah capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang,
kurang semangat dan pikiran terganggu. Karena hal-hal ini maka penerimaan
respon pembelajaran berkurang, saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal
memproses, mengelola, menginterpretasi dan mengorganisir bahan pelajaran
melalui inderanya. Perintah dari otak yang langsung kepada saraf motoris yang
berupa ucapan, tulisan, hasil pemikiran.lukisan menjadi lemah juga.
iii) Karena cacat tubuh
Cacat tubuh
dibedakan atas :
-
Cacat tubuh yang ringan seperti
kurang pendengaran, kurang penglihatan, gangguan psikomotorik
-
Cacat tubuh yang tetap (serius)
seperti buta, tuli, bisu, hilang tangannya atau kakinya.
Misalnya bagi
anak yang kurang mendengar, mereka ditempatkan pada deretan paling depan agar
suara guru keras di dengar. Atau anak yang kurang penglihatannya misalnya rabun
jauh atau rabun dekat, maka yang rabun jauh diletakkan pada meja yang paling
depan dan mereka yang rabun dekat harus duduk pada meja paling belakang agar
mereka dapat melihat tulisan atau bagan pada papan tulis.
Kepada mereka
ini, apabila tidak mendapatkan placement dan perhatian guru, pasti akan
mengalami kesulitan belajar. Sebab mereka tidak dapat memproses rangsangan dari
guru atau teman-temanya karena alat indera mereka kurang berfungsi.
b) Sebab yang bersifat psikologis
i)
Intelegensi
Anak yang IQ nya tinggi dapat menyelesaikan segala
persoalan yang dihadapi. Anak yang normal (90-110) dapat menamatkan SD tepat
pada waktunya. Mereka yang memiliki IQ 110-140 dapat digolongkan cerdas, 140 ke
atas tergolong genius. Golongan ini mempunyai potensi untuk dapat menyelesaikan
pendidikan diperguruan tinggi. Jadi semakin tinggi IQ seseorang akan makin
cerdas pula. Mereka yang mempunyai IQ kurang dari 90 tergolong lemah mental (mentally defective). Anak inilah yang
banyak mengalami kesulitan belajar. Mereka ini digolongkan atas debil, embisil dan idiot.
Golongan debil walaupun umurnya telah 25 tahun,
kecerdasan mereka setingkat dengan anak normal umur 12 tahun. Golongan embisil
hanya mampu mencapai tingkat anak normal umur 7 tahun.
Golongan idiot kecakapannya menyamai anak normal umur
3 tahun. Anak yang tergolong lemah mental ini sangat terbatas kecakapannya.
Apabila mereka itu harus menyelesaikan persoalan yang
melebihi potensinya jelas ia tidak mampu dan banyak mengalami kesulitan. Oleh
karena itu guru/pembimbing harus meneliti tingkat IQ anak dengan minta bantuan
seorang psikolog agar dapat melayani murid-muridnya.
ii) Bakat
Bakat adalah potensi/kecakapan dasar yang dibawa
sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seorang yang
berbakat music mungkin di bidang lain ketinggalan. Seorang yang berbakat
dibidang teknik tetapi dibidang olah raga lemah.
Orang tua yang berkecimpung di bidang kesenian,
anaknya akan mudah mempelajari seni suara, tari dan lain-lain. Anak yang
berbakat teknik akan mudah mempelajari matematika, fisika, konstruksi mesin.
Anak yang berbakat olahraga mereka akan berkembang dibidang olahraga, lari,
lompat, lempar lebing, sepak bola, volley, dan lain-lain.
Jadi seseorang akan mudah mempelajari yang sesuai
dengan bakatnya. Apabila seorang anak harus mempelajari bahan yang lain dari
bakatnya, ia akan cepat bosan, mudah putus asa, tidak senang. Hal tersebut akan
tampak pada anak yang suka menggangu di dalam kelas, berbuat gaduh, tidak mau
belajar sehingga nilainya rendah.
iii) Minat
Tidak adanya minat seseorang anak terhadap suatu
pelajaran akan mengakibatkan timbulnya kesulitan belajar. Belajar yang tidak
ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan
kebutuhan, tidak sesuai dengan kecakapan, tidak sesuai dengan tipe-tipe khusus
anak banyak menimbulkan problema pada dirinya. Karena itu pelajaran pun tidak
pernah terjadi proses dalam otak, akibatnya timbul kesulitan. Ada tidaknya
minat terhadap Sesuatu pelajaran dapat dilihat dari cara anak mengikuti
pelajaran, lengkap tidaknya catatan, meperhatikan garis miring tidaknya
pelajaran itu.
iv) Motivasi
Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi
menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat
menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar
motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang yang besar
motivasinya akan giat berusaha, tampak gigih tidak mau menyerah, giat membaca
buku-buku untuk meningkatkan prestasinya untuk memecahkan masalahnya.
Sebaliknya mereka yang motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus
asa, perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran, suka menggangu kelas, sering
meninggalkan pelajaran akibatnya banyak mengalami kesulitan belajar.
v) Faktor kesehatan mental
Dalam belajar tidak hanya menyangkut segi intelek,
tetapi juga menyangkut segi kesehatan mental dan emosional. Hubungan kesehatan
mental dengan belajar adalah timabal balik. Kesehatan mental dan ketengan emosi
akan menimbulkan hasil belajar yang baik demikian juga belajar yang selalu
sukses akan membawa harga diri seseorang. Bila harga diri tumbuh akan merupakan
adanya kesehatan mental. Individu di dalam hidupnya selalu mempunyai
kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan, seperti: memperoleh penghargaan,
dapat kepercayaan, rasa aman, rasa kemesraan dan lain-lain. Apabila kebutuhan
itu tidak terpenuhi akan membawa masalah-masalah emosional dan bentuk-bentuk
maladjustment.
Maladjustment sebagai manifestasi dari rasa emosional
mental yang kurang sehat dapat merugikan belajarnya, misalnya anak yang sedih
akan kacau pikirannya, kecewa akan sulit mengadakan konsentrasi. Biasanya
mereka melakukan kompensasi dengan melakukan perbuatan-perbuatan agresif,
seperti kenakalan, merusak alat-alat sekolah dan sebagainya.
Keadaan seperti ini akan menimbulkan kesulitan
belajar, sebab dirasa tidak mendatangkan kebahagiaan.
2) Faktor Ekstern
a) Faktor Keluarga
i)
Cara mendidik anak
Orang tua yang tidak/kurang memperhatikan pendidikan
anak-anaknya, acuh tak acuh, tidak memperhatikan kemajuan belajar anak-anaknya,
akan menjadi penyebab kesulitan belajarnya.
Orang tua yang bersifat kejam, otoriter akan
menimbulkan mental yang tidak sehat bagi anak. Hal ini akan berakibat anak
tidak dapat tenteram, tidak senang dirumah, ia pergi mencari teman sebayanya
hingga lupa belajar. Orang tua yang lemah, suka memanjakan anak, ia tidak rela
anaknya bersusah payah belajar, menderita, berusaha keras, akibatnya anak tidak
mempunyai kemampuan dan kemauan, bahkan sangat tergantung pada orang tua hingga
malas berusaha, malas menyelesaikan tugas-tugas sekolah sehingga prestasinya
menurun. Kedua sikap itu umumnya tidak memberikan dorongan kepada anaknya untuk
belajar, bahkan karena sikap orang tuanya yang salah anak bias jadi benci
belajar.
ii) Hubungan Orang Tua dan Anak
Sifat hubungan orang tua da anak sering dilupakan.
Faktor ini penting sekali dalam menentukan kemajuan belajar anak. Yang dimaksud
hubungan adalah kasih sayang penuh pengertian atau kebencian, sikap keras, acuh
tak acuh, memanjakan da lain-lain kasih sayang dari orang tua, perhatian atau
penghargaan kepada anak-anak menimbulkan mental yang sehat bagi anak. Kurangnya
kasih sayang akan menimbulkan emosional insecurity. Demikian juga sikap keras,
kejam, acuh takacuh akan meyebabkan hal yang serupa sehingga bias mengganggu
proses belajar seoang anak.
iii) Bimbingan dari Orang Tua
Orang tua merupakan contoh terdekat dari
anak-anaknya. Segala yang diperbuat oleh orang tua tanpa disadari akan diikuti
oleh anak-anaknya. Karenanya sikap orang tua yang bermalas-malasan hendaknya
dibuang jauh-jauh. Demikian juga belajar memerlukan bimbingan dari orang tua
agar sikap dewasa dan tanggung jawab belajar tumbuh pada diri anak. Orang tua
yang sibuk bekerja, terlalu banyak anak yang diawasi, sibuk organisasi, berarti
anak tidak mendapatkan pengawasan/bimbingan dari orang tua, sehingga
kemungkinan akan banyak mengalami kesulitan belajar.
iv) Suasana Rumah
Suasana keluarga yang sangat ramai/gaduh, tidak
mungkin seorang anak akan dapat belajar dengan baik. Anak akan selalu terganggu
konsentrasinya, sehingga sukar untuk belajar.
Demikian juga suasan rumah yang selalu tegang, selalu
banyak cekcok diantara anggota keluarga, selalu ditimpa kesedihan, antara ayah
dan ibu selalu cekcok atau selalu membisu akan mewarnai suasana keluarga yang
melahirkan anak-anak yang tidak sehat mentalnya.
Anak akan tidak tahan di rumah, akhirnya mengeluyur
di luar bersama anak-anak yang lainnya dan menghabiskan waktunya untuk hlir
mudik kesana kemari, sehingga tidak mustahil kalau prestasi belajar menurun.
Untuk itu hendaknya suasana di rumah selalu dibuat
menyenangkan, tentram, damai, harmonis, agar anak betah tinggal di rumah,
sehingga anak punya banyak waktu untuk belajar di rumah.
v) Keadaan Ekonomi keluarga
Faktor biaya merupakan faktor yang sangat penting
karena belajar dan kelangsungannya sangat memerlukan biaya. Misalnya untuk
membeli alat-alat, uang sekolah dan biaya-biaya lainnya. Maka keluarga yang
miskin akan merasa berat untuk mengeluarkan biaya yang bermacam-macam itu,
karena keuangan dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan anak sehari-hari,
lebih-lebih keluarga itu dengan banyak anak, maka hal ini akan merasa lebih
sulit lagi.
Keluarga yang miskin juga tidak dapat menyediakan
tempat untuk belajar yang memadai, di mana tempat belajar itu merupakan salah
satu sarana terlaksananya belajar secara efisien dan efektif.
b) Faktor Sekolah
i)
Guru
Guru tidak kualified, baik dalam pengambilan metode
yang digunakan atau dalam mata pelajaran yang dipegangnya. Hal ini bisa saja
terjadi, karena yang dipegangnya kurang sesuai hingga kurang menguasai,
lebih-lebih kalau kurang persiapan sehingga cara menerangkan kurang jelas,
sukar dimengerti oleh murid-muridnya. Termasuk Hubungan guru dengan muridnya
yang kurang baik. Hal ini bermula pada sifat dan sikap guru yang tidak
disenangi oleh murid-muridnya seperti :
-
Kasar, suka marah, suka
mengejek, tak pernah senyum, tak suka membantu anak, suka membentak dan lain
sebagainya.
-
Tak pandai menerangkan, sinis
dan sombong.
-
Menjengkelkan, tinggi hati,
pelit dalam memberi angka, tidak adil dan lain-lain.
ii) Alat
Alat pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian
pelajaran yang tidak baik. Terutama pelajaran yang bersifat praktikum,
kurangnya alat dalam laboratorium akan banyak menimbulkan kesulitan dalam
belajar.
Ketiadaan alat-alat itu maka guru cenderung menggunakan metode
ceramah yang menimbulkan kefasihan bagi anak, sehingga tidak mustahil timbul
kesulitan belajar.
iii) Kondisi gedung
Terutama ditujukan pada ruang kelas/ruangan tempat
belajar anak. Ruangan harus memenuhi syarat kesehatan seperti:
-
Ruangan harus berjendela,
ventilasi cukup, udara segar dapat masuk ruangan, sinar dapat menerangi
ruangan.
-
Didnding harus bersih, putih,
tidak terlihat kotor.
-
Lantai tidak becek, licin atau
kotor
-
Keadaan gedung yang jauh dari
tempat keramaian (pasar, bengkel, pabrik, dan lain-lain) sehingga anak mudah
konsentrasi dalam belajarnya.
Apabila
beberapa hal di atas tidak terpenuhi, misalnya gedung dekat keramaian, ruangan
cukup gelap, lantai basah, ruangan sempit, maka situasi belajar akan kurang
baik. Anak-anak selalu gaduh, sehingga memungkinkan pelajaran terhambat.
iv) Kurikulum
Kurikulum yang kurang baik misalnya :
-
Bahan-bahanya terlalu tinggi
-
Pembagian bahan tidak seimbang
(kelas 1 banyak pelajaran dan kelas-kelas di atasnya sedikit pelajaran).
-
Adanya pendataan materi
Hal-hal itu
akan membawa kesulitan belajar bagi murid-murid. Sebaliknya kurikulum yang
sesuai dengan kebutuhan anak, akan membawa kesuksesan dalam belajar.
v) Waktu sekolah
Apabila sekolah masuk sore, siang, malam, maka
kondisi anak tidak lagi dalam keadaan yang optimal untuk menerima pelajaran.
Sebab energi sudah berkurang, di samping udara yang
relatif panas di waktu siang, dapat mempercepat proses kelelahan. Waktu dalam
kondisi fisik sudah minta istirahat, karena itu maka waktu yang baik untuk
belajar adalah pagi hari.
Di samping pelaksanaan disiplin yang kurang, misalnya
murid-murid liar, sering terlambat datang, tugas yang diberikan tidak
dilaksanakan, kewajibannya dilalaikan, sekolah berjalan tanpa kendali,
lebih-lebih lagi gurunya kurang disiplin akan banyak mengalami hambatan dalam
pelajaran.
c) Faktor Media Massa dan Lingkungan sosial
i)
Media Massa
Faktor media massa yang dimaksud di sini seperti :
bioskop, TV, surat kabar, majalah, buku-buku komik yang ada disekeliling kita.
Hal-hal itu akan menghambat belajar apabila anak terlalu banyak waktu yang
dipergunakan untuk itu, hingga lupa akan tugasnya belajar.
ii) Teman bergaul
Teman bergaul, pengaruhnya sangat besar dan lebih
cepat masuk dalam jiwa anak. Apabila anak suka bergaul dengan mereka yang tidak
sekolah, maka ia akan malas belajar. Sebab cara hidup anak yang bersekolah
berlainan dengan anak yang tidak bersekolah. Kewajiban orang tua adalah
mengawasi mereka serta mencegahnya agar mengurangi pergaulan dengan mereka.
iii) Lingkungan tetangga
Corak kehidupan tetangga, misalnya suka main judi,
minum arak, menganggur, tidak suka belajar akan mempengruhi anak-anak yang
bersekolah. Minimal tidak ada motivasi bagi anak untuk belajar. Sebaliknyaa
jika tetangga terdiri dari pelajar, mahasiswa. Dokter, insinyur, dosen, akan
mendorong semangat belajar anak.
iv) Aktivitas dalam masyarakat
Terlalu banyak berorganisasi, kursus ini itu akan menyebabkan
belajar anak menjadi terbengkalai. Orang tua harus mengawasi agar keinginan
ekstra diluar belajar dapat diikuti tanpa melupakan tugas belajarnya. Dengan
kata lain belajarnya sukses dan kegiatan lain dapat berjalan.
Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa sebab sebab kesulitan belajar itu karena :
1) Sebab seba individual, artinya tidak ada dua orang yang mengalami
kesulitan belajar itu sama persis penyebabnya walaupun jenis kesulitannya sama.
2) Sebab-sebab yang kompleks, artinya seorang mengalami kesulitan
belajar karena sebabnya bermacam-macam.
3. Hasil Belajar Matematika
a.
Hakikat Belajar
Sebelum melaksanakan
pembelajaran, seorang pengajar hendaknya mengetahui apa sebenarnya belajar itu,
sejak kapan manusia belajar, dan bagaimana belajar terjadi? Secara sederhana Anthony Robbins, mendefenisikan
belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang
sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dari defenisi ini dimensi
belajar memuat beberapa unsur, yaitu: (1) menciptakan hubungan, (2) sesuatu hal
(pengetahuan) yang sudah dipahami, dan (3) sesuatu hal (pengetahuan) yang baru.
Jadi dalam makna belajar, di sini bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar
belum diketahui (nol), tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang
sudah ada dengan pengetahuan yang baru.
Pandangan Anthony Robbins senada
dengan apa yang dikemukakan oleh Jerome
Brunner, bahwa belajar adalah sesuatu proses aktif di mana siswa
membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/
pengetahuan yang sudah dimilikinya.
Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang
terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan
tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir.
Bagaimana dengan mengajar ? Apakah hakikat mengajar ? Mengajar pada
hakikatnya tidak lebih dari sekedar menolong para siswa untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan, sikap, serta ide atau apresiasi yang menjurus kepada
perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa.
Apa pula yang dimaksud dengan pembelajaran ? Pembelajaran secara
simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara
pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran
pada hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan
siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam
rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
b.
Belajar
Belajar merupakan proses dalam diri individu yang
berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam prilakunya.
Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Untuk menangkap isi dan
pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan kemampuan pada
ranah-ranah :
1) Kognitif, yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan,
penalaran atau pikiran terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis dan evaluasi.
2) Afektif, yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan
reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yng terdiri dari kategori
penerimaan, partisipasi, penilaian sikap, organisasi dan pembentukan pola
hidup.
3) Psikomotorik, yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani
terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan
kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas
Istilah “pendidikan” dengan istilah “belajar” sering
dikacaukan, sehingga muncullah kata belajar sepanjang hayat (lifelong learning) atau pendidikan
sepanjang hayat (lifelong education),
yang dikenal juga dengan sebutan pendidikan seumur hidup. Di dalam buku ini,
istilah “pendidikan” dimaknai sebagai proses pembentukan manusiaseutuhnya,
sedangkan “belajar” dimaknai sebagai proses perubahan perilaku sebagai hasil
dari perbuatan belajar itu. Dengan demikian istilah “belajar” lebih bermakna
fokus demi fokus atas materi pembelajaran yang dilaksanakan secara kontekstual.
Selain itu menurut para ahli yang beraliran
behaviorisme menyatakan bahwa, belajar adalah sesuatu yang dilakukan orang
untuk merespon stimuli eksternal. Behavioral
learning theory menekankan perubahan dalam perilaku sebagai hasil utama
proses belajar. Ketika mengkaji tenatng belajar, kaum behavioris biasanya
melakukannya dengan menggunakan eksperimen yang dilaksanakan pada binatang
seperti anjing maupun juga pada manusia sendiri. Ini disebabkan karena,
berlawanan dengan “mentalisme”, kaum behavioris berpikir bahwa faktor-faktor
eksternallah yang banyak menjadi penyebab perilaku kita.
Namun menurut
yang penulis pelajari didalam
psikologi pendidikann bahwa bukan hanya faktor eksternal yang mempengaruhi
perilaku kita, namun faktor internal juga akan sangat mempengaruhi perilaku
seseorang seperti bakat dalam diri kita. Bakat yang dimiliki oleh seseorang
juga akan sangat mempengaruhi jalan hidup yang akan dipilih oleh orang
tersebut, misalnya saja seseorang yang berbakat dalam hal menyanyi, kemungkinan
besar dia akan memilih jalan hidup menjadi seorang penyanyi dengan cara
mengikuti kontes-kontes pencarian bakat.
Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua
defenisi, yaitu:
1) Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
2) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
diperoleh dari instruksi.
Ditinjau dari bidang neurosains, otak manusia
merupakan sesuatu yang sangan unik dan pakan hasil karya Allah SWT yang
sangatlah luar biasa. Didalam otak manusia
terdapat neuron yang jumlahnya bisa mencapai seratus milyar. Jika
seseorang mendapat tambahan informasi baru, sel-sel saraf ini secpat mungkin
membentuk koneksi antara satu dengan yang lainnya untuk menyimpan dan memperkuat
informasi baru tersebut. Bagian otak yang pertama dinamakan cerebrum
(otak besar) membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, menganalisis,
menggunakan logika, berbahasa, memiliki kesadaran, perencanaan, memori dan
kemampuan visual..
Kecerdasan IQ seseorang juga ditentukan oleh kualitas
bagian ini. Cerebrum terbagi atas empat bagian, yaitu :
1) Lobus frontal, yang bertanggung jawab terhadap fungsi kognitif
tertinggi, seperti pemecahan masalah, spontanitas, memori, bahasa, motivasi,
penilaian, dan perilaku sosial/seksual.
2) Lobus Parietal, berperan sebagai sensasi sentuhan, bau, rasa, dan
mengkoordinasi mata dan tangan ataupun pergelangan kaki.
3) Lobus temporal, berperan sebagai tempat emosi, dan juga bertanggung
jawab sebagai perasa, membau, memori, pengertian musik.
4) Lobus Occipital, berfungsi untuk penglihatan, lobus occipital kiri
untuk melihat angka dan huruf, serta lobus occipital kanan untuk melihat gambar
dan bentuk.
Bagian otak yang kedua dinamakan cerrebellum
(otak kecil), berfungsi mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Jadi contohnya, ketika terjadi cedera pada otak kecil, maka kan
mengakibatkan gangguan pada koordinasi gerakan tubuh, misalnya orang tersebut
tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulut.
Bagian otak yang ketiga dinamakan brainstem
(batang otak), berfungsi mengatur fungsi dasar manusia, seperti pernapasan,
denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur sirkulasi darah dn juga proses
pencernaan. Bagian otak yang keempat adalah sistem limbik, berfungsi untuk
memutuskan obyek mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak.
Misalnya seorang ibu akan lebih memperhatikan anaknya dibanding anak orang yang
tidak dikenal, karena seorang ibu dan anaknya mempunyai hubungan emosianal yang
kuat. Jadi itulah empat bagian dari anatomi otak dipandang dari bidang
neurosains yang kesemuanya memilki peran dan fungsi masing-masing. Kerusakan
pada salah satu bagian akan menyebabkan penyimpangan ataupun ketidaknormalan
pada perilaku manusia.
c.
Hasil Belajar
Kata hasil
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang diadakan oleh
usaha.Berdasarkan kamus lengkap
bahasa indonesia, hasil adalah sesuatu yang menjadi akibat dari usaha. Jadi hasil adalah hal-hal
yang ditimbulkan atau dimunculkan sebagai akibat dari sebuah usaha. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa hasil adalah sesuatu yang diperoleh atau diraih oleh
seseorang dari suatu usaha yang dilakukan
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut
Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar
mengajar : Keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengarahan, serta sikap
dan cita-cita. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa
setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat
mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam
diri siswa dan faktor dari luar diri siswa. Dari pendapat ini faktor yang
dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya
seperti yang dikemukakan oleh Clark menyatakan bahwa hasil belajar
siswadisekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi
oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan
yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran. Hasil belajar tidak hanya
berasal dari sejauh mana siswa tersebut mrnguasai materi, tetapi juga berasal
dari lingkungannya.
d.
Matematika
Matematika berasal dari kata mathema
dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai sains,
ilmu pengetahuan atau belajar. Juga
dari kata mathematikos yang diartikan
sebagai suku belajar. Matematika
adalah kumpulan konsep yang mempunyai struktur sistematis, urut dengan alur
logika yang jelas dan mempunyai hirarki antara 1 konsep dengan yang lain,
maksudnya antara 1 konsep dengan konsep yang lain saling menunjang dan
berhubungan.
Jadi, dalam belajar matematika harus diketahui yang awal untuk menyelesaikan
masalah pada konsep selanjutnya.
Beberapa defenisi atau pengertian
tentang matematika yaitu :
1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
secara sistematik
2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi
3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logic dan
berhubungan dengan bilangan
4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk
5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur logic
6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Mempelajari
materi-materi matematika tidak cukup hanya dipelajari dengan membaca saja.
Suatu teorema, dalil, sifat ataupun suatu defenisi untuk dapat memahaminya
memerlukan waktu dan ketekunan. Jika perlu materi matematika sering kali kita
terpaksa harus berulang-ulang membacanya sehingga memahami maknanya padahal
tidak jarang hanya terdiri dari satu kalimat saja. Memahami konsep matematika
perlu memperhatikan konsep-konsep sebelumnya. Matematika tersusun secara
hirearki yang satu sama lain berkaitan erat. Konsep lanjutan tidak mungkin
dapat dipahami sebelum memahami dengan baik konsep sebelumnya yang menjadi
prasyarat.
Dalam
Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Matematika yang dewasa ini dipakai
dikemukakan bahwa tujuan khusus pengajara
matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah :
1) Memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan
matematika.
2) Memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke
pendidikan menengah umum.
3) Memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan
dari matematika sekolah dasar unntuk dapat digunakandalam kehidupan
sehari-hari.
4) Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis,
kritis, cermat, kreatif dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.
I.
Metodologi Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Berdasarkan
pada rumusan masalah, maka jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini
adalah deskriptif korelasional yang bertujuan untuk melihat bagaimana
variasi-variasi pada suatu faktor yang berkaitan dengan variasi-variasi faktor
lain berdasarkan pada koefisien korelasi.
2.
Desain Penelitian
3.
Populasi dan Sampel
Penelitian
a.
Populasi Penelitian
Populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 4 Watampone tahun
ajaran 2014-2015 yang terdiri dari 9 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 317.
b.
Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga
dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi
itu. Berdasarkan
uraian di atas maka penulis mengambi sebagian sampel untuk mewakili populasi
yang ada untuk mempermudah dalam memperoleh data yang konkrit dan relevan dari
sampel yang ada. Adapun teknik sampling yang digunakan adalah Proportional Stratified Random Sampling, adapun
penjelasannya adalah :
1)
Proporsional sampling adalah
sampel pembagian secara representatif, dimana penulis hanya bisa mengambil 15%
dari populasi yang ada (317 siswa) yaitu 15% x 317 siswa = 48 siswa dengan
tujuan agar semua populasi terwakili.
2)
Stratified adalah pengambilan
sampel berdasarkan tingkatan kelas
3)
Random adalah pengambilan
sampel secara acak.
4.
Prosedur Penelitian
Adapun prosedur dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a.
Tahap perencanaan
Tahap
perencanaan adalah tahap awal suatu kegiatan sebelum penulis mengadakan
penelitian langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data, misalnya membuat draft
skripsi, mengurus surat izin untuk mengadakan penelitian kepada pihak-pihak
yang bersangkutan.
b.
Tahap Pelaksanaan
Hal yang
dilakukn dalam hal ini yakni melakukan penelitian di lapangan guna memperoleh
data konkrit dengan menggunakan instrumen penelitian yaitu pemberian angket
pada siswa yang khususnya belajar matematika.
c.
Tahap pengolahan data
Pada tahap
ini, hal yang dilakukan adalah melakukan pengolahan data terhadap data yang
diperoleh dari hasil penelitian di sekolah dengan menggunakan perhitungan
statistik deskriptif dan statistik inferensial.
d.
Tahap pelaporan
Pada tahap ini penulis menyusun laporan penelitian yang dilakukan
dalam bentuk finansial penelitian dengan menuangkan hasil pengolahan, analisis,
dan kesimpulan tersebut ke dalam bentuk tulisan yang disusun secara konsisten,
sistematis dan metodologis.
5.
Instrumen Penelitian
Instrumen
penelitian digunakan untuk mendapatkan data atau informasi yang dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya. Dalam hal ini data atau informasi mengenai
hubungan kecemasan dan kesulitan belajar matematika dengan hasil belajar
matematika siswa kelas X SMA Negeri 4 Watampone.
Adapun
instrument penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah sebagai
berikut :
a.
Wawancara
Wawancara
adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara
digunakan sebagai tekhnik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.
Tekhnik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri
atau self report, atau setidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.
Jenis
wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur.
Menurut sugiyono, wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas
dimana penulis tidak menggunakan pedomanwawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya, pedoman wawancara yang
digunakan hanya berupa garis besar permasalahan
yang akan ditanyakan . wawancara tidak terstruktur atau terbuka sering
digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih
mendalam tentang responden. Untuk mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih
lengkap, maka peneliti perrlu melakukan wawancara kepada pihak pihak yang
mewakili yang ada di dalam objek.
b.
Kuesioner
Kuesioner
adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member seperangkat
pertanyaan atau pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Kuosioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka,
dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau
internet.
Menurut cara
memberikan respon, angket dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : angket terbuka
dan angket tertutup.
1)
Angket terbuka adalah angket
yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden dapat memberikan
isian sesuai dengan kehendak dan keadaanya.
2)
Angket tertutup adalah angket
yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa seingga responden tinggal
memberikan tanda centang pada kolom atau tempat yang sesuai
Suatu syarat
dalam pembuatan kuesioner yang tertutup ini diperlukan pengetahuan tentang
permasalahan sehingga segala jawaban yang mungkin akan terjadi sudah ada dalam
pemikiran pembuatannya, hal ini dimaksudkan untuk menghindari melesetnya
jawaban diluar yang disediakan.
Dari
pernyataan di atas maka peneliti menggunakan angket tertutup dengan menggunakan
skala likert, maka variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator
variable. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrument yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.
Jawaban
setiap item instrument yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari
sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai dan tidak sesuai.
Untuk
keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor sebagai
berikut :
1)
Respon sangat sesuai diberikan
skor empat (4)
2)
Respon sesuai diberikan skor 3
(tiga)
3)
Respon kurang sesuai diberikan
skor dua (2)
4)
Respon tidak sesuai diberikan
skor satu (1)
c.
Dokumentasi
Dokumentasi
yaitu data dengan mengunakan bahan-bahan yang tersimpan dalam administrasi,
tekhnik ini digunakan untuk menggali data pokok tentang hasil belajar fisika.
Dalam
penelitian ini data yang digunakan adalah rekaman nilai siswa setelah mengikuti
mata pelajaran matematika untuk tahun ajaran 2014/2015 yang dikelola langsung
oleh guru bidang studi mata pelajaran matematika yang bersangkutan yaitu nilai MID semester siswa.
Data mengenai
hasi belajar matematika untuk siswa kelas X SMA Negeri 4 Watampone diperoleh
melalui guru bidang studi matematika disekolah tersebut dan peneliti mencatat
hasil belajar matematika mereka yan rendah dan berdasarkan siswa yang secara
khsusus menerima angket yaitu 15% dari jumlah populasi yang diambil oleh
peneliti.
6. Teknik Analisis Data
Pengolahan
data hasil penelitian digunakan dua teknik statistik, yaitu deskriptif dan
statistik inferensial.
a.
Statistik deskriptif
Analisis
statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hasil belajar matematika
yang diperoleh siswa baik pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen.
Guna mendapatkan gambaran yang jelas tentang hasil belajar matematika siswa,
maka dilakukan pengelompokan. Pengelompokan tersebut dilakukan ke dalam 5
kategori: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah. Pedoman
pengkategorian hasil belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis dengan menggunakan statistik
deskriptif.
1)
Rata-rata
Mean
...............
Dimana :
Me = Mean Untuk Data Bergolongan
= Jumlah data/Sampel
= Produk Perkalian antara pada tiap antara data dengan tanda kelas .
Tanda kelas adalah rata-rata dari nilai terendah dan
tertinggi setiap interval kelas.
2)
Rentang Data (Range)
Range dapat diketahui dengan jalam mengurangi data yang terbesar
dengan data terkecil yang ada dalam kelompok itu. Rumusnya adalah:
R = Xt – Xr
Dimana:
R = Rentang
Xt = Data
tersebar dalam kelompok
3)
Jumlah Kelas Interval
Jumlah kelas interval dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
K = 1 + 3,3 Log n
Dimana :
K = Jumlah kelas
Interval
n = Jumlah data observasi
Log = logaritma
4)
Panjang Kelas
Panjang kelas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Dimana :
P = Panjang Kelas
R = Rentang
K = Jumlah Kelas Interval
5)
Standar Deviasi
b. Statistik inferensial
Analisiss inferensial yaitu menguji korelasi antara
variable yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan yaitu
hubungan koefisien korelasi (r) antara kecemasan dan kesulitan belajar
matematika (variable x) terhadap hasil belajar matematika (variable y) dengan
menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :
…………..
Keterangan :
rxy = koefisien korelasi antara variable X
dan Y
∑ X2 = Jumlah dari seluruh skor variable
X, setelah terlebih dahulu dikudratkan
∑Y2 = Jumlah dari seluruh skor Variable
Y, setelah terlebih dahulu di kuadratkan
∑XY = Jumlah Kali dari seluruh skor Variable X
dengan skor variable Y setelah terlebih dahulu di kuadratkan.
Dan
untuk menggambarkan korelasi yang menunjukkan dua variable atau lebih digunakan
Product moment berganda dengan rumus
sebagai berikut.
Keterangan :
Ryx1x2
= Korelasi antara variable X1 dan X2 bersama sama dengan
variable Y
Ryx1
= Korelasi product moment antara
X1 dan Y
Ryx2
= Korelasi product moment antara
X2 dan Y
Rx1x2 =
Korelasi product moment antara X1 dan X2
Kriteria Pengujian
H0
diterima jika nilai rhitung
< rtabel
H0
ditolak jika nilai rhitung > rtabel
Taraf Kesalahan (α)
α = 5% = 0,05
Budi Manfaat, Membumikan Matematika dari Kampus ke Kampung
(Cirebon : Eduvision Publishing, 2010), h.147
Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia
(Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, 2000 ), h. 11