Senin, 07 Desember 2015

Permohonan Pengesahan Judul Skripsi dan Penetapan Pembimbing



logo kampus
 





           
Nomor :          /P-MAT/XI/2014
Hal      : Permohonan Pengesahan Judul Skripsi
              dan Penetapan Pembimbing
Kepada Yang Terhormat:
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
( nama kampus)
Di-
Makassar
Assalamu Alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama                              : M. RIDWAN TAHIR
Nim                                : 20700111052
Semester                         : VII ( Tujuh )
Fakultas / Prodi              : Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan Matematika
Dengan ini mengajukan pengesahan judul skripsi dan penetapan Pembimbing Skripsi dengan judul:
Hubungan Kecemasan Dan Kesulitan Belajar Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kabupaten Bone.
Pembimbing I  : …………………………………………………..
Pembimbing II : ………………………………………….............
Demikian permohonan ini untuk dipertimbangkan. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Makassar,    November 2014
Menyetujui/Menetapkan
Ketua Jurusan/Prodi Pendidikan Matematika,                                   Pemohon,


Drs. Thamrin Tayeb, M. Si                                                              M. Ridwan Tahir 
NIP. 19610529 1996403  1 001                                                         NIM. 20700111052


Mengesahkan,
Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan



Prof.Dr.H.Sabaruddin Garancang, M.A
NIP: 19541231 198103 1 057

Hubungan Kecemasan Dan Kesulitan Belajar Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone



DRAFT SKRIPSI
Nama                 : M. Ridwan Tahir
Nim                    : 20700111052
Semester            : VII (Tujuh)
Fak/Jur             : Tarbiyah dan Keguruan/ Pendidikan Matematika
Judul                 : Hubungan Kecemasan Dan Kesulitan Belajar Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone
 


A.  Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal penting terutama dalam era globalisasi budaya dan reformasi sekarang ini. Seperti yang disebutkan dalam Dictionary Of Education, bahwa pendidikan adalah proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana ia hidup, proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya pengaruh yang berasal dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.[1]
Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan yang terdapat dalam GBHN tahun 2004, yang menjelaskan bahwa pembangunan sektor pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa. Pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, bekerja keras, professional, bertanggung jawab, serta sehat jasmani dan rohani. Dan karena alasan itu pula pemerintah mencanangkan wajib belajar 9 tahun dan bahkan akan dicanangkan wajib belajar 12 tahun.
Dalam ajaran agama Islam pun demikian, Islam mengajarkan bahwa pendidikan memegang peranan penting dalam membangun kualitas kehidupan seseorang, bahkan Allah swt akan mengangkat derajat orang-orang yang berpendidikan sebagaimana di jelaskan dalam Al Qur’an, QS. Al-Mujadilah ayat 11.
 يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١
Terjemahanya :
“.....Allah akan meninggikan orang-orang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan.”[2].

Ayat di atas menerangkan bahwa manusia yang berilmu akan mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi, manusia yang berilmu dapat mewujudkan kemajuan bangsa. Begitu penting pendidikan sehingga harus dijadikan prioritas utama dalam pembangunan bangsa, dan itu berarti diperlukan mutu pendidikan yang baik sehingga tercipta proses pendidikan yang cerdas, damai, terbuka, demokratik, dan kompetitif.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan yang dimilikinya. Sehubungan dengan hal tersebut matematika merupakan kerangka dasar dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang telah berkembang pesat di Negara-negara maju, kemajuan ini disebabkan oleh pemfokusan Negara maju pada bidang sains dan matematika. Namun penerapan bidang sains dan matematika tidak hanya dilakukan dinegara-negara maju saja. Akhir-akhir ini Negara-negara berkembang mulai memfokuskan diri pada bidang sains dan matematika, salah satunya adalah Negara Indonesia. Usaha Indonesia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang sains dan matematika dapat dilihat dari pembelajaran sejak dini.
Pemfokusan pembelajaran matematika merupakan dasar untuk mengembangkan ilmu, sehingga mutlak diperlukan tenaga yang terampil, kreatif dan pandai dalam matematika. Bila perkembangan ilmu matematika dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka akan diperoleh generasi yang berkualitas dimasa yang akan datang. Namun usaha tidak selalu sama dengan yang diharapkan. Terkadang sering ditemukan banyak hambatan dalam pencapaian usaha tersebut.
Hambatan-hambatan itu dapat muncul dari dalam diri individu maupun dari lingkungan sekitar individu, Bila hambatan-hambatan tersebut tidak segera ditanggulangi oleh pemerintah di suatu Negara, terutama di Negara Indonesia maka hambatan-hambatan tersebut dapat menimbulkan kecemasan pada bidang matematika.
Kecemasan merupakan suatu perasaan ketidaknyamanan dan ketakutan tentang suatu peristiwa karena anda tidak yakin hasilnya seperti apa nantinya, Perasaan ini dapat disertai dengan berbagai macam simptom psikologis, termasuk detak jantung yang cepat, peningkatan pernapasan, dan tegangan syaraf.[3]
Hampir setiap orang pernah merasakan kecemasan, tak terkecuali kecemasan dalam pembelajaran matematika. Misalnya banyak siswa menjadi cemas menjelang ujian yang mereka tahu akan sulit, dan sebagian besar merasa gugup ketika mereka harus mempresentasikan tugas di depan teman-teman kelasnya sendiri.
Adanya kecemasan siswa dalam menghadapi matematika dikarenakan adanya beberapa faktor yaitu faktor tingkat intelegensi, faktor dari dalam diri siswa dan faktor lingkungan. Selain tiga faktor tersebut, Zeidner berpendapat bahwa kecemasan seseorang terhadap pelajaran matematika dikarenakan kurangnya ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran matematika. Namun, ketertarikan siswa terhadap pelajaran matematika disebabkan oleh intelegensi siswa itu sendiri, siswa yang memiliki intelegensi tinggi akan cenderung lebih tertarik dan evaluatif terhadap pelajaran matematika.[4]
Kecemasan siswa dalam pelajaran matematika dipengaruhi oleh pengalaman belajar matematika yang diterima siswa dimasa lampau. Sarason melaporkan hasil studi longitudinal yang intensif pada 700 siswa sekolah dasar dimana siswa akan memperoleh nilai matematika yang rendah ketika diberikan tes matematika tanpa ada pemberitahuan sebelumnya yang membuat siswa menjadi tidak siap, hal ini dikarenakan oleh situasi dan suasana tes yang membuat mereka cemas.
Aktivitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Terkadang lancar, terkadang tidak, terkadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, terkadang terasa ama sulit. Hal ini pula juga termasuk yang bisa menjadi penyebab timbulnya kecemasan pada diri seorang individu pada saat proses pembelajaran. Dan inilah kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari kaitannya dengan aktivitas belajar setiap individu yang memang tidak sama. Dalam keadaan dimana peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar.
Penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang terabaikan. Dengan demikian, siswa-siswa yang berkategori “diluar rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Dari sini kemudian timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi.[5] Selain disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.
Kesulitan yang dialami peserta didik menjadi hal yang sangat urgen yang perlu diperhatikan oleh setiap pemerhati pendidikan terutama tenaga pendidik, cara mengajar guru yang menggunakan metode konvensional sehingga menyebabkan sebagian peserta didik mengalami kesulitan dalam melakukan transformasi pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh seorang mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Bernama Tya Anggreini judul penelitian “Hubungan antara kecemasan dalam menghadapi pelajaran matematika dengan prestasi akademik pada remaja” mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika dengan prestasi akademik matematika pada remaja, dimana semakin tinggi tingkat kecemasan dalam menghadapi mata pelajaran matematika maka semakin rendah prestasi akademik matematika pada remaja[6].
Berdasarkan hasil penelitian kelompok yang dilakukan oleh Desrianty Abdullah, Surya Kobi dan Yusni Pakaya mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah  Universitas Negeri Gorontalo dengan judul penelitian “Hubungan ksulitan belajar terhadap prestasi mahasiswa pendidikan sejarah Universitas Negeri Gorontalo” mengatakan bahwa terdapat hubungan dan kontribusi kesulitan belajar terhadap prestasi mahasiswa[7].
Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik ingin melakukan penelitian untuk mengetahui apakah kecemasan dan kesulitan belajar memnpunyai pengaruh terhadap hasil belajar matematika. Adapun judul penelitian yang akan dilakukan adalah “Hubungan Kecemasan Dan Kesulitan Belajar Matematika Dengan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone”
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Kecemasan Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone ?
2.      Bagaimana Kesulitan Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone ?
3.      Bagaimana Hasil Belajar Matematika siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone ?
4.      Apakah Terdapat Hubungan yang Signifikan Antara Kecemasan Kesulitan Belajar Matematika dengan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone?
C. Hipotesis
            Agar penelitian dapat terarah, maka perlu dirumuskan pendugaan terlebih dahulu terhadap masalah yang diteliti yaitu hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data[8]. Sedangkan menurut Muhammad Arif Tiro  hipotesis adalah pernyataan yang diterima sementara dan masih perlu diuji.[9]
Dengan meninjau kedua pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara atau pernyataan sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang masih perlu diuji kebenarannya.
Berdasarkan rumusan masalah yang ada di atas, maka peneliti dapat memberikan hipotesis atau jawaban sementara penelitian. Adapun hipotesis atau jawaban sementara penelitian yaitu :
Terdapat Hubungan yang Signifikan Antara Kecemasan dan Kesulitan Belajar Matematika dengan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone.
Ada dua cara dalam menyatakan hipotesis-hipotesis, yakni bentuk hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Nol berarti keberadaannya tidak ada. Disebut hipotesis nol (H0) karena tidak ada pengaruh, tidak ada interaksi, tidak ada hubungan dan tidak ada perbedaan. Tipe hipotesis lain adalah hipotesis alternatif (Ha), hipotesis adalah harapan yang berdasarkan teori. Adapun hipotesis  statistik dari penelitian ini adalah :
H0              : Berlaku jika tidak ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dan Kesulitan Belajar matematika dengan Hasil Belajar matematika siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone.
Ha          : Berlaku jika ada hubungan yang signifikan anatara Kecemasan dan Kesulitan Belajar Matematika dengan Hasil Belajar matematika siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone.
Secara statistik, hipotesis penelitian dinyatakan dengan H0 : α = 0 atau Ha : α ≠ 0 dengan syarat jika H0 dinyatakan diterima dan Ha ditolak bila nilai F hitung lebih kecil dari nilai F tabel. Sebaliknya, H0 ditolak dan Ha diterima jika F hitung lebih besar daripada nilai F tabel untuk taraf signifikan tertentu.

D. Definisi Operasional Variabel
Pengertian operasional variable dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang variable-variable yang diperhatikan sehingga dapat menyamakan persepsi antara penulis dan pembaca. Pengertian operasional variable penelitian ini diuraikan sebagai berikut :
1.      Kecemasan (Variable X1)
Kecemasan adalah gangguan psikologis yang mencakup ketegangan motorik (bergetar, tidak dapat duduk tenang, tidak dapat bersantai), hiperaktivitas (pusing, jantung yang berdetak cepat, dan juga berkeringat); dan harapan-harapan dan pikiran-pikiran yang mendalam[10].
2.      Kesulitan Belajar Matematika (Variable X2)
Kesulitan belajar matematika merupakan suatu bentuk gangguan dalam satu atau lebih dari faktor fisik dan psikis yang meliputi pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan dan tulisan yang dengan sendirinya muncul sebagai kemampuan tidak sempurna untuk mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis atau membuat perhitungan matematika, termasuk juga kelemahan motorik ringan, gangguan emosional, atau akibat keadaan ekonomi, budaya dan lingkungan yang tidak menguntungkan.
3.      Hasil Belajar Matematika (Y)
Hasil Hasil belajar adalah akibat dari usaha siswa setelah menerima pelajaran dan evaluasi dalam proses belajar matematika. Baik tidaknya hasil belajar yang dicapai seseorang bergantung pada proses belajar itu sendiri serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar matematika.
E.     Tujuan Penulisan
Berdasarkan dari rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui kecemasan siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone
2.      Untuk mengetahui Kesulitan Belajar Matematika siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone
3.      Untuk mengetahui Hasil Belajar Matematika siswa Kelas X SMA Negeri 4 Watampone Kab. Bone

F.  Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis sangat berharap bermanfaat untuk meningkatkan mutu pembelajaran matematika serta bermanfaat untuk berbagai pihak antara lain:
1.      Sekolah
Sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam upaya penyempurnaan dan perbaikan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan menunjang tercapainya target kurikulum sesuai dengan yang diharapkan.
2.      Guru
a.       Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru matematika SMA/MAN, dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses belajar mengajar matematika sehingga permasalahan dalam pembelajaran dapat diminimalisir.
b.      Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi guru dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran di kelas.
3.      Siswa
a.       Dapat meningkatkan partisipasi, minat, dan motivasi siswa dalam belajar matematika.
b.      Dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
4.      Orang Tua
Seabagai bahan pertimbangan bahwa seorang anak juga membutuhkan perhatian dan motivasi dari orang tua sehingga siswa mampu mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam proses pembelajarannya.
5.      Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian yang dilakukan di kelas serta memberikan gambaran pada peneliti sebagai calon guru tentang masalah-masalah yang sering dihadapi seorang siswa terutama dalam pembelajaran matematika dikelas.

G. Garis Besar Skripsi
Untuk memperoleh gambaran singkat dari keseluruhan skripsi ini maka akan dipaparkan garis-garis besarnya. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang tersusun secara sistematis. Penulis akan menguraikan ke dalam bentuk garis besar isi skripsi sebagai berikut:
Bab pertama, berisi latar belakang yang mengemukakan hal-hal apa yang menjadi alasan sehingga penelitian ini dilakukan. Rumusan masalah yang mencakup pertanyaan yang akan terjawab setelah tindakan selesai dilakukan. Definisi operasional yaitu definisi-definisi variabel yang menjadi pusat perhatian pada penelitian ini. Tujuan yaitu suatu hasil yang ingin dicapai oleh peneliti berdasarkan rumusan masalah yang ada. Dan manfaat yaitu suatu hasil yang diharapkan oleh peneliti setelah melakukan penelitian
Bab kedua, berisi tinjauan pustaka yang membahas tentang kecemasan, kesulitan belajar matematika dan hasil belajar matematika.
Bab ketiga, berisi tentang metode penelitian yang mencakup tentang jenis penelitian, populasi dan sampel, prosedur penelitian, instrumen penelitian dan teknik analisis data yang akan digunakan setelah melakukan penelitian.
Bab keempat memuat hasil penelitian yaitu data-data yang diperoleh pada saat penelitian dan pembahasan yang memuat penjelasan-penjelasan dari hasil penelitian yang diperoleh.
Bab kelima adalah penutup yang memuat kesimpulan hasil penelitian berdasarkan dengan rumusan masalah, dan saran-saran yang dianggap perlu agar tujuan penelitian dapat tercapai dan dapat bermanfaat sesuai dengan keinginan peneliti.

H. Kajian Pustaka
1.      Kecemasan
a.      Pengertian Kecemasan
Kelly mendefinisikan kecemasan sebagai kesadaran bahwa kejadian yang dihadapkan pada seorang berada di luar jangakauan praktis dari system konstruk orang tersebut[11]. Manusia mungkin merasa cemas saat mereka mengalami suatu kejadian yang baru.
Kecemasan atau anxiety merupakan salah stu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas yang wajar dapat dianggap memiliki nilai posistif sebagai motivasi, tetapi apabila intensitasnya sangat kuat dan bersifat negative justru akan malah menimbulkan kerugian dan dapat menggangu terhadap kedaan fisik dan psikis individu yang bersangkutan[12]
Kecemasan menurut freud, adalah suatu keadaan perasaan efektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan dating. Keadaan yang tidak menyenangkan itu sering kabur   dan sulit menunjuk dengan tepat, tetapi kecemasan itu sendiri selalu dirasakan[13].
Bedasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah perasaan tegang atau gelisah dalam suatu keadaan yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu yang terancam oleh sesuatu yang terkadang dirasakan oleh individu. Siswa terkadang mengembangkan perasaan kecemasan tentang stimuli tertentu melalui proses kondisioning klasik. Mereka juga lebih mungkin mengalami kecemasan, khususnya kecemasan merugikan ketika menghadapi suatu ancaman.
Selain mempengaruhi tingkat aspirasi, situasi belajar yang menekan juga cenderung menimbulkan kecemasan pada diri siswa. Spielberger membedakan kecemasan atas dua bagian :
1)      Kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety), yaitu kecendrungan pada diri seseorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya.
2)      Kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional sementara pada diri sesorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan khawatiran yang dihayati secara sadar serta bersifat subjektif dan meningginya aktivitas sistem saraf otonom. Sebagai suatu keadaan, kecemasan biasanya berhubungan dengan situasi-situasi lingkungan yang khusus misalnya situasi tes[14].
Banyak faktor-faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa. Target kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang tidak kondusif, pemberian tugas yang sangat padat, serta sistem penilaian ketat dan kurang adil dapat menjadi faktor penyebab timbulnya kecemasan yang bersumber dari faktor kurikulum. Begitu juga sikap dan perlakuan guru yang kurang bersahabat, galak, judes dan kurang kompeten merupakan sumber penyebab timbulnya kecemasan pada diri siswa yang bersumber dari faktor guru.
b.      Teori Kecemasan
1)      Kecemasan Sebagai Konflik yang tidak di sadari
2)      Kecemasan Sebagai Respon Yang di Pelajari
3)      Kecemasan Sebagai Akibat Kurangnya Kendali
c.       Tipe Kecemasan
Freud (Calvin S. Hall 1993) membagi kecemasan ke dalam tigfa tipe :
1)      Kecemasan Realistik, yaitu rasa takut terhadap ancaman atau bahaya-bahaya nyata yanga ada di dunia luar atau lingkungannya. Dapat pula didefinisikan sebagai perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak spesifik terhadap suatu bahaya yang mungkin terjadi.
2)      Kecemasan neurotik adalah rasa takut jangan-jangan insting (dorongan Id) akan lepas dari kendali dan menyebabkan dia berbuat sesuatu yang bisa membuatnya dihukum. Perasaan itu sendiri ada dalam ego. Orang mengalami kecemasan neurotik terhadap kehadiran seorang guru, majikan atau terhadap suatu figure kekuasaan lain karena ia sebelumnya mengalamui perasaan tak sadar akan desktruktivitas terhadap atau salah satu kedua orang tuanya.
3)      Kecemasan moral yaitu rasa takut terhadap suara hati (super ego). Orang-orang yang memiliki super ego yang baik cenderung merasa bersalah atau malu jika mereka berbuat atau berfikir Sesutu yang bertentangan dengan moral. Setelah super ego terbentuk, yang biasanya mulai berkembang dari usia 3- 5  tahun. Kecemasan moral juga akan terjadi bila kita gagal melakukan yang dianggap baik atau benar secara moral[15].

2.         Kesulitan Belajar
a.      Pengertian Kesulitan  Belajar
Kesulitan belajar merupakan suatu bentuk gangguan dalam satu atau lebih dari faktor fisik dan psikis yang mendasar yang meliputi pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan dan tulisan yang dengan sendirinya muncul sebagai kemampuan tidak sempurna untuk mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis atau membuat perhitungan matematika, termasuk juga motorik ringan, gangguan emosional atau akibat keadaan ekonomi, budaya atau lingkungan yang tidak menguntungkan[16].
Setiap individu memang tidak ada yang sama, perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar dikalangan anak didik. Dalam keadaan dimana anak didik/siswa tidak dapat belajar sebagai mana mestinya itu juga disebut dengan kesulitan belajar[17].
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis maupun fisiologis sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada dibawah semestinya.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya :
1)      Belajar yang tidak teratur (learning disorder)
2)      Belajar yang tidak banyak berfungsi (learning disfunction)
3)      Belajar yang sekedar menerima materi belaka (underachiever learning)
4)      Belajar lambat piker (Slow learner)
5)      Belajar tanpa mempertimbangkan banyak kemungkinan (learning disabilities).
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam penelitian di atas akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam prilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, maupun afektif. Beberapa prilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar antara lain:
1)      Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2)      Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah.
3)      Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan
4)      Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti : acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5)      Menunjukkan prilaku yang berkelainan, seperti membolos, dating terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam ataupun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak terartur dalam kegiatan belajar dan sebagainya.
6)      Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.
7)      Adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar.
8)      Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
9)      Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat atau kecerdasan yang dimilikinya.
10)  Tidak berhasil tingkat pnguasaan materi (matery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya[18].
b.      Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan prilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekoalah, dan sering minggat dari sekolah.
Secara garis besar faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yakni:
1)      Faktor intern, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri manusia itu sendiri.
2)      Faktor ekstern, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari luar diri manusia itu sendiri[19].
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain tersebut di bawah ini :
1)      Faktor Intern, meliputi :
a)      Sebab yang bersifat fisik
i)        Karena Sakit
Seorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf sensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya rangsangan yang diterima melalui inderanya tidak dapat diteruskan ke otak. Lebih-lebih sakitnya lama, sarafnya akan bertambah lemah, sehingga ia tidak dapat masuk ke sekolah untuk bebrapa hari yang mengakibatkan ia tertinggal jauh dalam pelajarannya.
ii)      Karena kurang sehat
Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab ia mudah capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang, kurang semangat dan pikiran terganggu. Karena hal-hal ini maka penerimaan respon pembelajaran berkurang, saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal memproses, mengelola, menginterpretasi dan mengorganisir bahan pelajaran melalui inderanya. Perintah dari otak yang langsung kepada saraf motoris yang berupa ucapan, tulisan, hasil pemikiran.lukisan menjadi lemah juga.
iii)    Karena cacat tubuh
Cacat tubuh dibedakan atas :
-          Cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, gangguan psikomotorik
-          Cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, hilang tangannya atau kakinya.
Misalnya bagi anak yang kurang mendengar, mereka ditempatkan pada deretan paling depan agar suara guru keras di dengar. Atau anak yang kurang penglihatannya misalnya rabun jauh atau rabun dekat, maka yang rabun jauh diletakkan pada meja yang paling depan dan mereka yang rabun dekat harus duduk pada meja paling belakang agar mereka dapat melihat tulisan atau bagan pada papan tulis.
Kepada mereka ini, apabila tidak mendapatkan placement dan perhatian guru, pasti akan mengalami kesulitan belajar. Sebab mereka tidak dapat memproses rangsangan dari guru atau teman-temanya karena alat indera mereka kurang berfungsi.
b)      Sebab yang bersifat psikologis
i)        Intelegensi
Anak yang IQ nya tinggi dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Anak yang normal (90-110) dapat menamatkan SD tepat pada waktunya. Mereka yang memiliki IQ 110-140 dapat digolongkan cerdas, 140 ke atas tergolong genius. Golongan ini mempunyai potensi untuk dapat menyelesaikan pendidikan diperguruan tinggi. Jadi semakin tinggi IQ seseorang akan makin cerdas pula. Mereka yang mempunyai IQ kurang dari 90 tergolong lemah mental (mentally defective). Anak inilah yang banyak mengalami kesulitan belajar. Mereka ini digolongkan atas  debil, embisil dan idiot.
Golongan debil walaupun umurnya telah 25 tahun, kecerdasan mereka setingkat dengan anak normal umur 12 tahun. Golongan embisil hanya mampu mencapai tingkat anak normal umur 7 tahun.
Golongan idiot kecakapannya menyamai anak normal umur 3 tahun. Anak yang tergolong lemah mental ini sangat terbatas kecakapannya.
Apabila mereka itu harus menyelesaikan persoalan yang melebihi potensinya jelas ia tidak mampu dan banyak mengalami kesulitan. Oleh karena itu guru/pembimbing harus meneliti tingkat IQ anak dengan minta bantuan seorang psikolog agar dapat melayani murid-muridnya.
ii)      Bakat
Bakat adalah potensi/kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seorang yang berbakat music mungkin di bidang lain ketinggalan. Seorang yang berbakat dibidang teknik tetapi dibidang olah raga lemah.
Orang tua yang berkecimpung di bidang kesenian, anaknya akan mudah mempelajari seni suara, tari dan lain-lain. Anak yang berbakat teknik akan mudah mempelajari matematika, fisika, konstruksi mesin. Anak yang berbakat olahraga mereka akan berkembang dibidang olahraga, lari, lompat, lempar lebing, sepak bola, volley, dan lain-lain.
Jadi seseorang akan mudah mempelajari yang sesuai dengan bakatnya. Apabila seorang anak harus mempelajari bahan yang lain dari bakatnya, ia akan cepat bosan, mudah putus asa, tidak senang. Hal tersebut akan tampak pada anak yang suka menggangu di dalam kelas, berbuat gaduh, tidak mau belajar sehingga nilainya rendah.
iii)    Minat
Tidak adanya minat seseorang anak terhadap suatu pelajaran akan mengakibatkan timbulnya kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan, tidak sesuai dengan kecakapan, tidak sesuai dengan tipe-tipe khusus anak banyak menimbulkan problema pada dirinya. Karena itu pelajaran pun tidak pernah terjadi proses dalam otak, akibatnya timbul kesulitan. Ada tidaknya minat terhadap Sesuatu pelajaran dapat dilihat dari cara anak mengikuti pelajaran, lengkap tidaknya catatan, meperhatikan garis miring tidaknya pelajaran itu.
iv)    Motivasi
Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang yang besar motivasinya akan giat berusaha, tampak gigih tidak mau menyerah, giat membaca buku-buku untuk meningkatkan prestasinya untuk memecahkan masalahnya. Sebaliknya mereka yang motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran, suka menggangu kelas, sering meninggalkan pelajaran akibatnya banyak mengalami kesulitan belajar.
v)      Faktor kesehatan mental
Dalam belajar tidak hanya menyangkut segi intelek, tetapi juga menyangkut segi kesehatan mental dan emosional. Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timabal balik. Kesehatan mental dan ketengan emosi akan menimbulkan hasil belajar yang baik demikian juga belajar yang selalu sukses akan membawa harga diri seseorang. Bila harga diri tumbuh akan merupakan adanya kesehatan mental. Individu di dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan, seperti: memperoleh penghargaan, dapat kepercayaan, rasa aman, rasa kemesraan dan lain-lain. Apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi akan membawa masalah-masalah emosional dan bentuk-bentuk maladjustment.
Maladjustment sebagai manifestasi dari rasa emosional mental yang kurang sehat dapat merugikan belajarnya, misalnya anak yang sedih akan kacau pikirannya, kecewa akan sulit mengadakan konsentrasi. Biasanya mereka melakukan kompensasi dengan melakukan perbuatan-perbuatan agresif, seperti kenakalan, merusak alat-alat sekolah dan sebagainya.
Keadaan seperti ini akan menimbulkan kesulitan belajar, sebab dirasa tidak mendatangkan kebahagiaan.
2)      Faktor Ekstern
a)      Faktor Keluarga
i)        Cara mendidik anak
Orang tua yang tidak/kurang memperhatikan pendidikan anak-anaknya, acuh tak acuh, tidak memperhatikan kemajuan belajar anak-anaknya, akan menjadi penyebab kesulitan belajarnya.
Orang tua yang bersifat kejam, otoriter akan menimbulkan mental yang tidak sehat bagi anak. Hal ini akan berakibat anak tidak dapat tenteram, tidak senang dirumah, ia pergi mencari teman sebayanya hingga lupa belajar. Orang tua yang lemah, suka memanjakan anak, ia tidak rela anaknya bersusah payah belajar, menderita, berusaha keras, akibatnya anak tidak mempunyai kemampuan dan kemauan, bahkan sangat tergantung pada orang tua hingga malas berusaha, malas menyelesaikan tugas-tugas sekolah sehingga prestasinya menurun. Kedua sikap itu umumnya tidak memberikan dorongan kepada anaknya untuk belajar, bahkan karena sikap orang tuanya yang salah anak bias jadi benci belajar.
ii)      Hubungan Orang Tua dan Anak
Sifat hubungan orang tua da anak sering dilupakan. Faktor ini penting sekali dalam menentukan kemajuan belajar anak. Yang dimaksud hubungan adalah kasih sayang penuh pengertian atau kebencian, sikap keras, acuh tak acuh, memanjakan da lain-lain kasih sayang dari orang tua, perhatian atau penghargaan kepada anak-anak menimbulkan mental yang sehat bagi anak. Kurangnya kasih sayang akan menimbulkan emosional insecurity. Demikian juga sikap keras, kejam, acuh takacuh akan meyebabkan hal yang serupa sehingga bias mengganggu proses belajar seoang anak. 
iii)    Bimbingan dari Orang Tua
Orang tua merupakan contoh terdekat dari anak-anaknya. Segala yang diperbuat oleh orang tua tanpa disadari akan diikuti oleh anak-anaknya. Karenanya sikap orang tua yang bermalas-malasan hendaknya dibuang jauh-jauh. Demikian juga belajar memerlukan bimbingan dari orang tua agar sikap dewasa dan tanggung jawab belajar tumbuh pada diri anak. Orang tua yang sibuk bekerja, terlalu banyak anak yang diawasi, sibuk organisasi, berarti anak tidak mendapatkan pengawasan/bimbingan dari orang tua, sehingga kemungkinan akan banyak mengalami kesulitan belajar.
iv)    Suasana Rumah
Suasana keluarga yang sangat ramai/gaduh, tidak mungkin seorang anak akan dapat belajar dengan baik. Anak akan selalu terganggu konsentrasinya, sehingga sukar untuk belajar.
Demikian juga suasan rumah yang selalu tegang, selalu banyak cekcok diantara anggota keluarga, selalu ditimpa kesedihan, antara ayah dan ibu selalu cekcok atau selalu membisu akan mewarnai suasana keluarga yang melahirkan anak-anak yang tidak sehat mentalnya.
Anak akan tidak tahan di rumah, akhirnya mengeluyur di luar bersama anak-anak yang lainnya dan menghabiskan waktunya untuk hlir mudik kesana kemari, sehingga tidak mustahil kalau prestasi belajar menurun.
Untuk itu hendaknya suasana di rumah selalu dibuat menyenangkan, tentram, damai, harmonis, agar anak betah tinggal di rumah, sehingga anak punya banyak waktu untuk belajar di rumah.
v)      Keadaan Ekonomi keluarga
Faktor biaya merupakan faktor yang sangat penting karena belajar dan kelangsungannya sangat memerlukan biaya. Misalnya untuk membeli alat-alat, uang sekolah dan biaya-biaya lainnya. Maka keluarga yang miskin akan merasa berat untuk mengeluarkan biaya yang bermacam-macam itu, karena keuangan dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan anak sehari-hari, lebih-lebih keluarga itu dengan banyak anak, maka hal ini akan merasa lebih sulit lagi.
Keluarga yang miskin juga tidak dapat menyediakan tempat untuk belajar yang memadai, di mana tempat belajar itu merupakan salah satu sarana terlaksananya belajar secara efisien dan efektif.
b)      Faktor Sekolah
i)        Guru
Guru tidak kualified, baik dalam pengambilan metode yang digunakan atau dalam mata pelajaran yang dipegangnya. Hal ini bisa saja terjadi, karena yang dipegangnya kurang sesuai hingga kurang menguasai, lebih-lebih kalau kurang persiapan sehingga cara menerangkan kurang jelas, sukar dimengerti oleh murid-muridnya. Termasuk Hubungan guru dengan muridnya yang kurang baik. Hal ini bermula pada sifat dan sikap guru yang tidak disenangi oleh murid-muridnya seperti :
-          Kasar, suka marah, suka mengejek, tak pernah senyum, tak suka membantu anak, suka membentak dan lain sebagainya.
-          Tak pandai menerangkan, sinis dan sombong.
-          Menjengkelkan, tinggi hati, pelit dalam memberi angka, tidak adil dan lain-lain.
ii)      Alat
Alat pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian pelajaran yang tidak baik. Terutama pelajaran yang bersifat praktikum, kurangnya alat dalam laboratorium akan banyak menimbulkan kesulitan dalam belajar.
Ketiadaan alat-alat itu maka guru cenderung menggunakan metode ceramah yang menimbulkan kefasihan bagi anak, sehingga tidak mustahil timbul kesulitan belajar.

iii)    Kondisi gedung
Terutama ditujukan pada ruang kelas/ruangan tempat belajar anak. Ruangan harus memenuhi syarat kesehatan seperti:
-          Ruangan harus berjendela, ventilasi cukup, udara segar dapat masuk ruangan, sinar dapat menerangi ruangan.
-          Didnding harus bersih, putih, tidak terlihat kotor.
-          Lantai tidak becek, licin atau kotor
-          Keadaan gedung yang jauh dari tempat keramaian (pasar, bengkel, pabrik, dan lain-lain) sehingga anak mudah konsentrasi dalam belajarnya.
Apabila beberapa hal di atas tidak terpenuhi, misalnya gedung dekat keramaian, ruangan cukup gelap, lantai basah, ruangan sempit, maka situasi belajar akan kurang baik. Anak-anak selalu gaduh, sehingga memungkinkan pelajaran terhambat.
iv)    Kurikulum
Kurikulum yang kurang baik misalnya :
-          Bahan-bahanya terlalu tinggi
-          Pembagian bahan tidak seimbang (kelas 1 banyak pelajaran dan kelas-kelas di atasnya sedikit pelajaran).
-          Adanya pendataan materi
Hal-hal itu akan membawa kesulitan belajar bagi murid-murid. Sebaliknya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak, akan membawa kesuksesan dalam belajar.

v)      Waktu sekolah
Apabila sekolah masuk sore, siang, malam, maka kondisi anak tidak lagi dalam keadaan yang optimal untuk menerima pelajaran.
Sebab energi sudah berkurang, di samping udara yang relatif panas di waktu siang, dapat mempercepat proses kelelahan. Waktu dalam kondisi fisik sudah minta istirahat, karena itu maka waktu yang baik untuk belajar adalah pagi hari.
Di samping pelaksanaan disiplin yang kurang, misalnya murid-murid liar, sering terlambat datang, tugas yang diberikan tidak dilaksanakan, kewajibannya dilalaikan, sekolah berjalan tanpa kendali, lebih-lebih lagi gurunya kurang disiplin akan banyak mengalami hambatan dalam pelajaran.
c)      Faktor Media Massa dan Lingkungan sosial
i)        Media Massa
Faktor media massa yang dimaksud di sini seperti : bioskop, TV, surat kabar, majalah, buku-buku komik yang ada disekeliling kita. Hal-hal itu akan menghambat belajar apabila anak terlalu banyak waktu yang dipergunakan untuk itu, hingga lupa akan tugasnya belajar.
ii)      Teman bergaul
Teman bergaul, pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak. Apabila anak suka bergaul dengan mereka yang tidak sekolah, maka ia akan malas belajar. Sebab cara hidup anak yang bersekolah berlainan dengan anak yang tidak bersekolah. Kewajiban orang tua adalah mengawasi mereka serta mencegahnya agar mengurangi pergaulan dengan mereka.
iii)    Lingkungan tetangga
Corak kehidupan tetangga, misalnya suka main judi, minum arak, menganggur, tidak suka belajar akan mempengruhi anak-anak yang bersekolah. Minimal tidak ada motivasi bagi anak untuk belajar. Sebaliknyaa jika tetangga terdiri dari pelajar, mahasiswa. Dokter, insinyur, dosen, akan mendorong semangat belajar anak.
iv)    Aktivitas dalam masyarakat
Terlalu banyak berorganisasi, kursus ini itu akan menyebabkan belajar anak menjadi terbengkalai. Orang tua harus mengawasi agar keinginan ekstra diluar belajar dapat diikuti tanpa melupakan tugas belajarnya. Dengan kata lain belajarnya sukses dan kegiatan lain dapat berjalan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebab sebab kesulitan belajar itu karena :
1)      Sebab seba individual, artinya tidak ada dua orang yang mengalami kesulitan belajar itu sama persis penyebabnya walaupun jenis kesulitannya sama.
2)      Sebab-sebab yang kompleks, artinya seorang mengalami kesulitan belajar karena sebabnya bermacam-macam.


3.      Hasil Belajar Matematika
a.      Hakikat Belajar
  Sebelum melaksanakan pembelajaran, seorang pengajar hendaknya mengetahui apa sebenarnya belajar itu, sejak kapan manusia belajar, dan bagaimana belajar terjadi? Secara sederhana Anthony Robbins, mendefenisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dari defenisi ini dimensi belajar memuat beberapa unsur, yaitu: (1) menciptakan hubungan, (2) sesuatu hal (pengetahuan) yang sudah dipahami, dan (3) sesuatu hal (pengetahuan) yang baru. Jadi dalam makna belajar, di sini bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui (nol), tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru.
Pandangan Anthony Robbins senada dengan apa yang dikemukakan oleh Jerome Brunner, bahwa belajar adalah sesuatu proses aktif di mana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/ pengetahuan yang sudah dimilikinya.
Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir[20].
Bagaimana dengan mengajar ? Apakah hakikat mengajar ? Mengajar pada hakikatnya tidak lebih dari sekedar menolong para siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, serta ide atau apresiasi yang menjurus kepada perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa.
Apa pula yang dimaksud dengan pembelajaran ? Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran pada hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan[21].
b.   Belajar
Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam prilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap[22]. Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan kemampuan pada ranah-ranah :
1)      Kognitif, yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.
2)      Afektif, yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yng terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.
3)      Psikomotorik, yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas[23]
Istilah “pendidikan” dengan istilah “belajar” sering dikacaukan, sehingga muncullah kata belajar sepanjang hayat (lifelong learning) atau pendidikan sepanjang hayat (lifelong education), yang dikenal juga dengan sebutan pendidikan seumur hidup. Di dalam buku ini, istilah “pendidikan” dimaknai sebagai proses pembentukan manusiaseutuhnya, sedangkan “belajar” dimaknai sebagai proses perubahan perilaku sebagai hasil dari perbuatan belajar itu. Dengan demikian istilah “belajar” lebih bermakna fokus demi fokus atas materi pembelajaran yang dilaksanakan secara kontekstual[24].
Selain itu menurut para ahli yang beraliran behaviorisme menyatakan bahwa, belajar adalah sesuatu yang dilakukan orang untuk merespon stimuli eksternal. Behavioral learning theory menekankan perubahan dalam perilaku sebagai hasil utama proses belajar. Ketika mengkaji tenatng belajar, kaum behavioris biasanya melakukannya dengan menggunakan eksperimen yang dilaksanakan pada binatang seperti anjing maupun juga pada manusia sendiri. Ini disebabkan karena, berlawanan dengan “mentalisme”, kaum behavioris berpikir bahwa faktor-faktor eksternallah yang banyak menjadi penyebab perilaku kita.[25]
Namun menurut  yang penulis pelajari  didalam psikologi pendidikann bahwa bukan hanya faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku kita, namun faktor internal juga akan sangat mempengaruhi perilaku seseorang seperti bakat dalam diri kita. Bakat yang dimiliki oleh seseorang juga akan sangat mempengaruhi jalan hidup yang akan dipilih oleh orang tersebut, misalnya saja seseorang yang berbakat dalam hal menyanyi, kemungkinan besar dia akan memilih jalan hidup menjadi seorang penyanyi dengan cara mengikuti kontes-kontes pencarian bakat.
Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua defenisi, yaitu:
1)      Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
2)      Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.[26]
Ditinjau dari bidang neurosains, otak manusia merupakan sesuatu yang sangan unik dan pakan hasil karya Allah SWT yang sangatlah luar biasa. Didalam otak manusia  terdapat neuron yang jumlahnya bisa mencapai seratus milyar. Jika seseorang mendapat tambahan informasi baru, sel-sel saraf ini secpat mungkin membentuk koneksi antara satu dengan yang lainnya untuk menyimpan dan memperkuat informasi baru tersebut. Bagian otak yang pertama dinamakan cerebrum (otak besar) membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, menganalisis, menggunakan logika, berbahasa, memiliki kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.[27].
Kecerdasan IQ seseorang juga ditentukan oleh kualitas bagian ini. Cerebrum terbagi atas empat bagian, yaitu :
1)      Lobus frontal, yang bertanggung jawab terhadap fungsi kognitif tertinggi, seperti pemecahan masalah, spontanitas, memori, bahasa, motivasi, penilaian, dan perilaku sosial/seksual.
2)      Lobus Parietal, berperan sebagai sensasi sentuhan, bau, rasa, dan mengkoordinasi mata dan tangan ataupun pergelangan kaki.
3)      Lobus temporal, berperan sebagai tempat emosi, dan juga bertanggung jawab sebagai perasa, membau, memori, pengertian musik.
4)      Lobus Occipital, berfungsi untuk penglihatan, lobus occipital kiri untuk melihat angka dan huruf, serta lobus occipital kanan untuk melihat gambar dan bentuk[28].
Bagian otak yang kedua dinamakan cerrebellum (otak kecil), berfungsi mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Jadi contohnya, ketika  terjadi cedera pada otak kecil, maka kan mengakibatkan gangguan pada koordinasi gerakan tubuh, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulut.
Bagian otak yang ketiga dinamakan brainstem (batang otak), berfungsi mengatur fungsi dasar manusia, seperti pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur sirkulasi darah dn juga proses pencernaan. Bagian otak yang keempat adalah sistem limbik, berfungsi untuk memutuskan obyek mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak. Misalnya seorang ibu akan lebih memperhatikan anaknya dibanding anak orang yang tidak dikenal, karena seorang ibu dan anaknya mempunyai hubungan emosianal yang kuat. Jadi itulah empat bagian dari anatomi otak dipandang dari bidang neurosains yang kesemuanya memilki peran dan fungsi masing-masing. Kerusakan pada salah satu bagian akan menyebabkan penyimpangan ataupun ketidaknormalan pada perilaku manusia.
c.    Hasil Belajar
Kata hasil dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang diadakan oleh usaha.[29]Berdasarkan kamus lengkap bahasa indonesia, hasil adalah sesuatu yang menjadi akibat dari usaha.[30] Jadi hasil adalah hal-hal yang ditimbulkan atau dimunculkan sebagai akibat dari sebuah usaha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil adalah sesuatu yang diperoleh atau diraih oleh seseorang  dari suatu usaha yang dilakukan
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : Keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengarahan, serta sikap dan cita-cita. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa. Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark menyatakan bahwa hasil belajar siswadisekolah 70 % dipengaruhi oleh  kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran. Hasil belajar tidak hanya berasal dari sejauh mana siswa tersebut mrnguasai materi, tetapi juga berasal dari lingkungannya.
d.   Matematika
Matematika berasal dari kata mathema dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai sains, ilmu pengetahuan atau belajar. Juga dari kata mathematikos yang diartikan sebagai suku belajar. Matematika adalah kumpulan konsep yang mempunyai struktur sistematis, urut dengan alur logika yang jelas dan mempunyai hirarki antara 1 konsep dengan yang lain, maksudnya antara 1 konsep dengan konsep yang lain saling menunjang dan berhubungan.[31] Jadi, dalam belajar matematika harus diketahui yang awal untuk menyelesaikan masalah pada konsep selanjutnya.
Beberapa defenisi atau pengertian tentang matematika yaitu :
1)      Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik
2)      Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi
3)      Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logic dan berhubungan dengan bilangan
4)      Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk
5)      Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur logic
6)      Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.[32]
Mempelajari materi-materi matematika tidak cukup hanya dipelajari dengan membaca saja. Suatu teorema, dalil, sifat ataupun suatu defenisi untuk dapat memahaminya memerlukan waktu dan ketekunan. Jika perlu materi matematika sering kali kita terpaksa harus berulang-ulang membacanya sehingga memahami maknanya padahal tidak jarang hanya terdiri dari satu kalimat saja. Memahami konsep matematika perlu memperhatikan konsep-konsep sebelumnya. Matematika tersusun secara hirearki yang satu sama lain berkaitan erat. Konsep lanjutan tidak mungkin dapat dipahami sebelum memahami dengan baik konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat.
Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Matematika yang dewasa ini dipakai dikemukakan bahwa tujuan khusus pengajara  matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah :
1)      Memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika.
2)      Memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah umum.
3)      Memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar unntuk dapat digunakandalam kehidupan sehari-hari.
4)      Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.
I.    Metodologi Penelitian
1.    Jenis Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah, maka jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif korelasional yang bertujuan untuk melihat bagaimana variasi-variasi pada suatu faktor yang berkaitan dengan variasi-variasi faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi[33].
2.      Desain Penelitian
3.      Populasi dan Sampel Penelitian
a.      Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya[34]. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 4 Watampone tahun ajaran 2014-2015 yang terdiri dari 9 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 317.
b.      Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu[35]. Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengambi sebagian sampel untuk mewakili populasi yang ada untuk mempermudah dalam memperoleh data yang konkrit dan relevan dari sampel yang ada. Adapun teknik sampling yang digunakan adalah Proportional Stratified Random Sampling, adapun penjelasannya adalah :
1)      Proporsional sampling adalah sampel pembagian secara representatif, dimana penulis hanya bisa mengambil 15% dari populasi yang ada (317 siswa) yaitu 15% x 317 siswa = 48 siswa dengan tujuan agar semua populasi terwakili.
2)      Stratified adalah pengambilan sampel berdasarkan tingkatan kelas
3)      Random adalah pengambilan sampel secara acak.

4.      Prosedur Penelitian
Adapun prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.      Tahap perencanaan
Tahap perencanaan adalah tahap awal suatu kegiatan sebelum penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data, misalnya membuat draft skripsi, mengurus surat izin untuk mengadakan penelitian kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
b.      Tahap Pelaksanaan
Hal yang dilakukn dalam hal ini yakni melakukan penelitian di lapangan guna memperoleh data konkrit dengan menggunakan instrumen penelitian yaitu pemberian angket pada siswa yang khususnya belajar matematika.
c.       Tahap pengolahan data
Pada tahap ini, hal yang dilakukan adalah melakukan pengolahan data terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitian di sekolah dengan menggunakan perhitungan statistik deskriptif dan statistik inferensial.
d.      Tahap pelaporan
Pada tahap ini penulis menyusun laporan penelitian yang dilakukan dalam bentuk finansial penelitian dengan menuangkan hasil pengolahan, analisis, dan kesimpulan tersebut ke dalam bentuk tulisan yang disusun secara konsisten, sistematis dan metodologis.

5.      Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk mendapatkan data atau informasi yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Dalam hal ini data atau informasi mengenai hubungan kecemasan dan kesulitan belajar matematika dengan hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 4 Watampone.
Adapun instrument penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut :
a.      Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai tekhnik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Tekhnik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self report, atau setidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi[36].
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Menurut sugiyono, wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana penulis tidak menggunakan pedomanwawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya, pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis besar permasalahan  yang akan ditanyakan . wawancara tidak terstruktur atau terbuka sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden. Untuk mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih lengkap, maka peneliti perrlu melakukan wawancara kepada pihak pihak yang mewakili yang ada di dalam objek.
b.      Kuesioner
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member seperangkat pertanyaan atau pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuosioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet.[37]
Menurut cara memberikan respon, angket dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : angket terbuka dan angket tertutup.
1)      Angket terbuka adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan keadaanya.
2)      Angket tertutup adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa seingga responden tinggal memberikan tanda centang pada kolom atau tempat yang sesuai[38]
Suatu syarat dalam pembuatan kuesioner yang tertutup ini diperlukan pengetahuan tentang permasalahan sehingga segala jawaban yang mungkin akan terjadi sudah ada dalam pemikiran pembuatannya, hal ini dimaksudkan untuk menghindari melesetnya jawaban diluar yang disediakan.[39]
Dari pernyataan di atas maka peneliti menggunakan angket tertutup dengan menggunakan skala likert, maka variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variable. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.
Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai dan tidak sesuai[40].
Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor sebagai berikut :
1)      Respon sangat sesuai diberikan skor empat (4)
2)      Respon sesuai diberikan skor 3 (tiga)
3)      Respon kurang sesuai diberikan skor dua (2)
4)      Respon tidak sesuai diberikan skor satu (1)
c.       Dokumentasi
Dokumentasi yaitu data dengan mengunakan bahan-bahan yang tersimpan dalam administrasi, tekhnik ini digunakan untuk menggali data pokok tentang hasil belajar fisika.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah rekaman nilai siswa setelah mengikuti mata pelajaran matematika untuk tahun ajaran 2014/2015 yang dikelola langsung oleh guru bidang studi mata pelajaran matematika yang bersangkutan yaitu  nilai MID semester siswa.
Data mengenai hasi belajar matematika untuk siswa kelas X SMA Negeri 4 Watampone diperoleh melalui guru bidang studi matematika disekolah tersebut dan peneliti mencatat hasil belajar matematika mereka yan rendah dan berdasarkan siswa yang secara khsusus menerima angket yaitu 15% dari jumlah populasi yang diambil oleh peneliti.
6.      Teknik Analisis Data
Pengolahan data hasil penelitian digunakan dua teknik statistik, yaitu deskriptif dan statistik inferensial.
a.       Statistik deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hasil belajar matematika yang diperoleh siswa baik pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. Guna mendapatkan gambaran yang jelas tentang hasil belajar matematika siswa, maka dilakukan pengelompokan. Pengelompokan tersebut dilakukan ke dalam 5 kategori: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah. Pedoman pengkategorian hasil belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah  analisis dengan menggunakan statistik deskriptif.
1)      Rata-rata Mean
                              ...............[41]   
                        Dimana :
                                    Me       = Mean Untuk Data Bergolongan
                                         = Jumlah data/Sampel
                                      = Produk Perkalian antara  pada tiap antara data dengan tanda kelas . Tanda kelas  adalah rata-rata dari nilai terendah dan tertinggi setiap interval kelas.
                                   
2)      Rentang Data (Range)
Range dapat diketahui dengan jalam mengurangi data yang terbesar dengan data terkecil yang ada dalam kelompok itu. Rumusnya adalah:
R = Xt – Xr
Dimana:
R   =  Rentang
Xt  = Data tersebar dalam kelompok
3)      Jumlah Kelas Interval
Jumlah kelas interval dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
K = 1 + 3,3 Log n
Dimana :
                 K   = Jumlah kelas Interval
                 n    = Jumlah data observasi
                 Log = logaritma
4)      Panjang Kelas
Panjang kelas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
                
Dimana :
P = Panjang Kelas
R = Rentang
K = Jumlah Kelas Interval
5)      Standar Deviasi
b.      Statistik inferensial
Analisiss inferensial yaitu menguji korelasi antara variable yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan yaitu hubungan koefisien korelasi (r) antara kecemasan dan kesulitan belajar matematika (variable x) terhadap hasil belajar matematika (variable y) dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :

…………..[42]
Keterangan :
            rxy        = koefisien korelasi antara variable X dan Y
∑ X2     = Jumlah dari seluruh skor variable X, setelah terlebih dahulu dikudratkan
∑Y2       = Jumlah dari seluruh skor Variable Y, setelah terlebih dahulu di kuadratkan
∑XY   = Jumlah Kali dari seluruh skor Variable X dengan skor variable Y setelah terlebih dahulu di kuadratkan.
Dan untuk menggambarkan korelasi yang menunjukkan dua variable atau lebih digunakan Product moment berganda dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan :
Ryx1x2 = Korelasi antara variable X1 dan X2 bersama sama dengan variable Y
Ryx1      =  Korelasi product moment antara X1 dan Y
Ryx2      =  Korelasi product moment antara X2 dan Y
Rx1x2     = Korelasi product moment antara X1 dan X2

Kriteria Pengujian
H0 diterima jika nilai  rhitung < rtabel
H0 ditolak jika nilai rhitung > rtabel
Taraf Kesalahan (α)
α = 5% = 0,05





[1] Ihsan Fuad,  Dasar-dasar Kependidikan  (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 4.
[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Jakarta : Darusunnah, 2010)
[3]  Ormrod, Leanne Ellis. Psikologi Pendidikan, (Cet. 6; Jakarta : Erlangga 2009) h. 80.
[4] Tya Anggraeni, journal : Hubungan Antara Kecemasan Dalam Menghadapi Mata Pelajaran Matematika Dengan Prestasi Akademik Matematika Pada Remaja.
[5] Syah. Muhibbin. Psikologi Belajar. (Cet, 5; Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006) h. 182.  
[6] Tya Anggraeni, journal : Hubungan Antara Kecemasan Dalam Menghadapi Mata Pelajaran Matematika dengan Prestasi Akademik Matematika Pada Remaja.
[7] Desrianty Abdullah, dkk, journal : “Hubungan ksulitan belajar terhadap prestasi mahasiswa pendidikan sejarah Universitas Negeri Gorontalo
[8] Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Cet XVI; Bandung: Alfabeta, 2012), h. 96.
[9] Muhammad Arif Tiro, Dasar-Dasar Statistika, (Cet III; Makassar: State University Of Makassar, 2008), h. 220.
[11] Feist Jeass. Teori Kepribadian (Jakarta: Salemba Humanika, 2010) h.304
[12]  Yudhawati Ratna & Dani Haryanto. Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2011) h.150 
[13] Semiun Yustinus. Teori Kepribadian & Teori Psikoanalitik (Yogyakarta : Kanisius, 2006). H. 87.
[14] Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. (Jakarta: Rineka Cipta. 2003) h. 185-188
[15] Yudhawati Ratna & Dani Haryanto. Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2011) h.151 
[16] Nurjan, Syarifan. Psikologi Belajar. (Surabaya: Amanah, 2009) h.118
[17] Ahmadi, Abu & Widodo Supriyanto. Psikologi Belajar  (Jakarta : Rineka Cipta, 1991) h. 74
[18] Yudhawati, Ratna & Dany Haryanto. Teori-teori Dasar Psikologi Pendidikan (Jakarta : Prestasi Pustaka. 2011) h.143-146
[20] Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif  (Jakarta: Kencana, 2011), h. 16.
[21] Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif  (Jakarta: Kencana, 2011) h. 17.
[22] Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar  (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 38-39.
[23] Faturrohman, Pengantar Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2012), h.6-7
[24] Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan, (Cet. II; Bandung: Alfabeta, 2011), h. 141
[25] Daniel Muijs, Effective Teaching : Teori dan Aplikasinya, diterjemahkan oleh Drs. Helly PrajitnoSoetjipto, M.A. (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 20
[26] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Cet. V; Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 13
[27] Iyan Hernanta, Ilmu Kedokteran Lengkap tentang Neurosains, (Cet I; Yogyakarta : D-Medika, 2013), h. 44.
[28] Iyan Hernanta, Ilmu Kedokteran Lengkap tentang Neurosains (Cet I; Yogyakarta : D-Medika, 2013), , h. 45-49.
.
[29] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (cet.VII; Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 343
[30] Amran  YS Chaniago. Kamus Lengkap Bahas Indonasia. (Cet.V; Bandung: Pustaka Setia, 2002), h.240
[31] Budi Manfaat, Membumikan Matematika dari Kampus ke Kampung (Cirebon : Eduvision Publishing, 2010), h.147 
[32]Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, 2000 ), h. 11
[34] Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D) (Bandung: Alfabeta, 2013) h. 117.
[35] Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D). h. 118.
[36] Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D) (Bandung: Alfabeta, 2013) h. 317.
[37] Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D) (Bandung: Alfabeta, 2013) h. 199.
[38] Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2009). h. 103
[39] Subagyo, P. Joko, S.H. Metode Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2004). h. 57
[40] Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D) (Bandung: Alfabeta, 2013) h. 134-135.  
[41] Muh. Arief Tiro, Dasar-dasar Statistik ( Cet. II; Makassar: State University of Makassar Press, 2000), h. 133.